BAB
I
TINJAUAN
TEORITIS
I. KONSEP DASAR
I.I DEFENISI
Tuberkulosis adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. Kuman
batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada
beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm,
ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
I.2 ANATOMI FISIOLOGI
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis
masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka
berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh
berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu
setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang
merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi
nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit
aktif.
Setelah pemajanan
dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini,
tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri
kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih
jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut,
pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses
tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke
hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin
berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya
supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10%
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002)
I.3 ETIOLOGI
Tuberkulosis paru
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis
tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm
dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru
merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar
akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
I.4 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk
darah
Darah
yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak
napas
Gejala
ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.
Nyeri dada
Nyeri
dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan
gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang
masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala
sistemik lain
Gejala
sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a.
Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b.
Darah berbuih bercampur udara
c.
Darah segar berwarna merah muda
d.
Darah bersifat alkalis
e.
Anemia kadang-kadang terjadi
f.
Benzidin test negatif
2.
Muntah darah
a.
Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3.
Epistaksis
a.
Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
I.5
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan
darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
– Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
– Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
– Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
– Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
– Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
– Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
b.
Pemeriksaan radiologi
– Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
– Bayangan yang berawan atau berbecak
– Adanya kavitas tunggal atau ganda
– Adanya kalsifikasi
– Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
– Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
– Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
– Bayangan yang berawan atau berbecak
– Adanya kavitas tunggal atau ganda
– Adanya kalsifikasi
– Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
– Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
c.
Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB paru
pada pemeriksaan dahak.
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB paru
pada pemeriksaan dahak.
d.
Uji tuberkulin
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.
I.6
PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Jenis
dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
·
Isoniazid (H)
Dikenal
dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 10 mg/kg berat badan.
·
Rifampisin (R)
Bersifat
bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian
maupun intermiten 3 kali seminggu.
·
Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat
badan.
·
Streptomisin (S)
Bersifat
bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3
kali seminggu digunakan dosis yang sama.
·
Etambutol (E)
Bersifat
menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg
berat badan.
b) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis
diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1. Tahap
Intensif
Penderita mendapat obat
setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan
terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
2. Tahap
Lanjutan
Penderita mendapat
jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
c) Kategori
Pemberian Obat Anti Tuberculosis
1. Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif
terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E).
Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian
teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin
(R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA
positif
- Penderita
TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
- Penderita TBC ekstra paru berat.
2.
Kategori
2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap
intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah
itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid
(H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita
kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai
3.
Kategori
3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri
dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
-
Penderita
baru BTA negatif dan roentgen positif
sakit ringan
-
Penderita
ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4.
OAT
Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir
tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih
BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
I.7
KOMPLIKASI
Menurut
Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
·
Hemoptisis berat
(perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
·
Atelektasis
(paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
·
Bronkiektasis
(pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
·
Penyebaran infeksi ke
organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
BAB II
ASKEP TEORITIS
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
2.I PENGKAJIAN
(DATA DASAR)
Data dasar pengkajian
pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a. Pola
aktivitas dan istirahat
Subjektif
: Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea
saat kerja, irritable, sesak (tahap,lanjut;infiltrasi radang sampai setengah
paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b.
Pola nutrisi
Subjektif
: Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif
: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif
: Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,mukoid
kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi
pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi
trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.
Rasa nyaman/nyeri
Subjektif
: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif
: Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.
Integritas ego
Subjektif
: Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Objektif
: Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.
Keamanan
Subyektif:
adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif:
demam rendah atau sakit panas akut.
g.
Interaksi Sosial
Subyektif:
Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
2.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental,
edema bronchial.
c.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
d.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
g.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat
tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h.
Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan
jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh
lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN RASIONAL
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya
batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil:
·
Mempertahankan jalan napas pasien.
·
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
·
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
·
Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
·
Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
|
a. Kaji
ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori.b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan
secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler,
Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila
perlu.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari
kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi.
|
a. Penurunan bunyi
napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan
membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja
pernapasan meningkat. b.Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum
berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut .
c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
d. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
e. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
|
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil:
·
Melaporkan tidak terjadi dispnea.
·
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal.
·
Bebas dari gejala distress pernapasan.
|
a. Kaji
dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b. Evaluasi
perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas
dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai
kebutuhan.
e. Monitor GDA.
f. Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
|
a. Tuberkulosis paru
dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b.Akumulasi
secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya
jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
|
Gangguan keseimbangan
nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang
sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria
hasil:
·
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
·
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan
berat badan yang tepat.
|
a. Catat
status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
diare.b. Kaji ulang pola diet pasien yang
disukai/tidak disukai.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika
ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang
Air Besar (BAB).
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah
tindakan pernapasan.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan
tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN,
protein serum, dan albumin).
|
a. Berguna dalam
mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
intake diet pasien.
c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
|
Nyeri akut berhubungan
dengan inflamasi paru, batuk menetap
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan KH:
·
Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
·
Pasien tampak rileks
|
a.
Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b. Pantau
TTV
c. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung,
perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
d. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada
selama episode batukikasi.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai
indikasi
|
a. Nyeri merupakan
respon subjekstif yang dapat diukur.b.Perubahan frekuensi jantung TD
menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk
perubahan tanda vital telah terlihat.
c. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
|
Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi aktif.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan KH :
·
Suhu tubuh 36°C-37°C
|
a.
Kaji suhu tubuh pasienb. Beri
kompres air hangat
c. Berikan/anjurkan
pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
d. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
e. Observasi intake dan
output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai
indikasi
f. Kolaborasi : pemberian
cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
|
a. Mengetahui
peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas dengan
pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas
secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh
yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
|
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang
ditoleransi dengan kriteria hasil:
·
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentan normal.
|
a.
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.b. Berikan lingkungan
tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
|
a. Menetapkan
kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b.Menurunkan
stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan
kebutuhan oksigen.
|
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang
menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria
hasil:
·
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
·
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan
umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
·
Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
·
Menerima perawatan kesehatan adekuat
|
a. Kaji
ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.b. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk
tulisan misalnya: jadwal minum obat.
c. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis,
frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi
penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
d. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering,
konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika
sedang terapi INH.
f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan
menjalani terapi etambutol.
g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko
terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,
pengecatan.
h. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan
resiko kambuh lagi.
|
a. Kemampuan belajar
berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung
pada kemarnpuan pasien. b.Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan
pasien.
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak,
fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi
Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan
penularan kuman.
|
Risiko tinggi infeksi penyebaran
/ aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat,
fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh
lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
|
Setelah diberikan tindakan
keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan
kriteria hasil:
·
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi.
·
Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang. aman.
-
|
a.
Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui
bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan
resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau
menyanyi.b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena
infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di
tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e. Monitor temperatur.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi
untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi,
operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid,
adanya diabetes melitus, kanker.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang
dijalani.
Kolaborasi:
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid
(PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
j. Monitor sputum BTA.
|
a. Membantu pasien
agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah
komplikasi.b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran infeksi.
c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk
mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan
kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer
dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan
Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien
terhadap terapi
|
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN KELUARGA
Tn. R DENGAN MASALAH
TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
Tn. R DENGAN MASALAH
TB PARU DI DESA BATU TANGGA KEC.BATANG ALAI TIMUR
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
3.I PENGKAJIAN
I. Pengumpulan Data
Struktur dan sifat keluarga.
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Batu Tangga Kec.BAT.
2. Susunan Anggota Keluarga
I. Pengumpulan Data
Struktur dan sifat keluarga.
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn. R
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Batu Tangga Kec.BAT.
2. Susunan Anggota Keluarga
NO
|
NAMA
|
J.KELAMIN
|
UMUR
|
HUBUNGAN
|
PENDIDIKAN
|
PEKRJAAN
|
1
|
Ny.M
|
P
|
40Th
|
Istri
|
SD
|
Tani
|
2
|
Tn.N
|
L
|
29Th
|
Anak
|
SD
|
Tani
|
3
|
Ny.SP
|
P
|
25Th
|
Menantu
|
SD
|
Tani
|
3. Tipe Keluarga
Merupakan type keluarga besar ( extended family ) yang terdiri atas ayah, ibu, satu orang anak dan menantu perempuan.
4. Pengambilan Keputusan
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara musyawarah, anggota keluarga yang paling menonjol dalam pengambilan keputusan adalah anak laki-laki Tn. R yang tinggal serumah.
5. Hubungan Dalam Keluarga
Hubungan antar keluarga harmonis, komunikasi yang terjalin dalam keluarga baik, anggota keluarga yang paling dipercaya adalah anak Tn. R yang tinggal serumah.
6. Kebiasaan Hidup Sehari-hari
a. Kebiasaan Istirahat dan Tidur
Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan secara musyawarah, anggota keluarga yang paling menonjol dalam pengambilan keputusan adalah anak laki-laki Tn. R yang tinggal serumah.
5. Hubungan Dalam Keluarga
Hubungan antar keluarga harmonis, komunikasi yang terjalin dalam keluarga baik, anggota keluarga yang paling dipercaya adalah anak Tn. R yang tinggal serumah.
6. Kebiasaan Hidup Sehari-hari
a. Kebiasaan Istirahat dan Tidur
NO
|
NAMA
|
TIDUR SIANG
|
TIDUR MALAM
|
1
|
Tn.R
|
Jarang
|
6 – 7 jam± 1 jam ±
|
2
|
Tn.N
|
Jarang
|
7 - 8 jam±
|
3
|
Ny .S
|
Jarang
|
7 - 8 jam±
|
b. Kebiasaan Makan
Makanan pokok keluarga adalah nasi, lauk-pauk dgm frekwensi 3 x sehari. Pengadaan makanan sehari-hari adalah memasak sendiri dengan komposisi jenis makanan bervariasi, kebiasaan makan keluarga bersama-sama,tanpa ada alat makan yang dikhususkan untuk Tn.R
c. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi keluarga Tn. R 2 x sehari dengan menggunakan sabun, gosok gigi 3 x /hari menggunakan pasta gigi. Ganti pakaian 2 x sehari atau bila kotor. Rambut dikeramas 2 - 3 x seminggu, memotong kuku bila panjang, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, memakai alas kaki bila keluar rumah.
d. Penggunaan Waktu Senggang
Waktu senggang digunakan anggota keluarga untuk beristirahat dan 3 bulan yang lalu lebih±rekreasi, sementara Tn. R sejak ia sakit banyak di rumah daripada bekerja.
e. Kebiasaan Tidak Sehat
Semua anggota keluarga Tn. R tidak ada yang merokok dan mengkonsumsi 3±alkohol, sementara Tn. R sendiri berhenti merokok sejak ia sakit ( bulan yang lalu). Kadang meludah disembarang tempat, dan tempat penampungan ludah yang terbuka.
8. Faktor Sosial, Ekonomi dan Budaya
a. Pendapatan dan pengeluaran
Rp 350.00,-. Tidak ada penghasilan±Pendapatan keluarga perbulan ± Rp 300.000,- dengan keperluan perhari ±tambahan. Pengeluaran perbulan Rp 10.000.
b. Sosial dan Budaya.
Semua anggota keluarga adalah suku Jawa (WNI) dengan menggunakan bahasa Jawa untuk komunikasi, semua anggoata keluarga beragama Islam, hubungan dengan masyarakat sekitar baik, sebelum sakit Tn. R aktif dalam kegiatan keagamaan, saat sakit Tn. R lebih banyak di rumah daripada mengikuti kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.
9. Faktor Lingkungan
a. Perumahan
Status pemilikan rumah adalah rumah sendiri dengan type non permanen dengan 1 ruang tamu, ruang tengah, 2 kamar tidur dan 1 dapur tanpa WC dan kamar mandi, atap terdiri atas sirap, lantai dari papan, ventilasi terdiri atas 6 buah jendela namun 2 buah jendela jarang di buka yaitu pada kamar tamu dengan alasan orang tua jarang ada dirumah, penerangan listrik dan pencahayaan kurang baik, keadaan di dalam rumah cukup bersih, pemakaian air dari sumur gali cukup bersih, tidak berbau, tidak berasa serta jernih, sampah dikumpulkan disamping rumah kemudian 3 m2 x 5 m2.±dibakar, luas halaman
3.2 PRIORTAS MASALAH
a.
Bersihan jalan napas tidak efektif
b.
Gangguan pertukaran gas
c.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
d.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.
Intoleransi aktivitas
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk,
edema trakeal/faringeal.
b.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental,
edema bronchial.
c.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
d.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3.4 INTERVENSI
KEPERAWATAN
Intervensi :
1.
Kaji
patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2.
Identifikasi
orang lain yang beresiko
3.
Anjurkan
pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
4.
Kaji
tindakan kontrol infeksi sementara
5.
Awasi
suhu sesuai indikasi
6.
Identifikasi
faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan
pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji
pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong
memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi
pemberian antibiotik
11. Laporkan
ke departemen kesehatan lokal
3.5 IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1.
MengKaji
patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2.
MengIdentifikasi
orang lain yang beresiko
3.
MengAnjurkan
pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
4.
MengKaji
tindakan kontrol infeksi sementara
5.
MengAwasi
suhu sesuai indikasi
6.
mIdentifikasi
faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan
pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8. Kaji
pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9. Dorong
memilih makanan seimbang
10. Kolaborasi
pemberian antibiotik
11. Laporkan
ke departemen kesehatan lokal
3.6 EVALUASI
1.
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental.
S :
Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
1. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler
S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
2.
Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan nyeri akut.
S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-asuhan-keperawatan-tuberkulosis.html
(diakses tgl 19 january, pkl 21:00)
http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askep-tuberkulosis-paru.html
(diakses tgl 19, pkl 21:35 )
http://search.4shared.com/q/1/askep%20tuberkulosis%20paru?view=ls
(diakses tgl 21, pkl 20:30 )
http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/-tb-paru/
(diakses tgl 21, pkl 21:23 )