Twitter

ASKEP RINITIS ALERGI

Author Angga_21 - -
Home » ASKEP RINITIS ALERGI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak dan dewasa muda di amerika utara dan eropa barat. Di tempat laen alergi hidung dan penyakit atopi lainya lebih rendah,terutama pada Negara yang kurang berkembang. Penderita rhinitis alergi alergi mengalami hidung tersumbat berat. – (Price, silvya A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC )
Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya.
Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun
secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
Rinitis dibagi atas 2 kategori, yaitu:
-          Rinitis Alergi
-          Rinitis Non Alergi


1.      Rinitis Alergi
            Rinitis alergi merupakan penyakit saluran nafas yang sering dijumpai pada anak disamping asma dan sinusitis. Sekitar 40 % anak pernah mengalami rinitis alergi sampai usianya 6 tahun. Rinitis alergi merupakan penyakit yang didasari oleh proses inflamasi. Terdapat hubungan yang erat antara saluran napas atas dan bawah.
            Hubungan antara rinitis-sinusitis-asma telah lama diketahui sehingga dalam penanganannnya pun selalu dikaitkan antara ketiganya. Pada pasien asma sering sekali timbul gejala rinitis seperti pilek (keluarnya cairan dari hidung), gatal, kadang-kadang tersumbat, dan terasa panas pada hidung.
            Beberapa peneliti berpendapat bahwa diagnosis rinitis alergika masih sering misdiagnosis sehingga berdampak pada mismanajemen. Penanganan yang baik pada rinitis alergi akan menurunkan gejala pada sinusitis dan asma.
Dua tipe rinitis alergi yaitu:
·         Musiman
            Di Indonesia tidak dikenal rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).
            Penyakit ini timbulnya periodik, sesuai dengan musim, pada waktu terdapat konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai timbulnya pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan.
·         Perenial
            Gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan. Alergen inhalan utama adalah dalam rumah (indoor) dan alergen di luar rumah (outdoor). Alergen inhalan dalam rumah terdapat di kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennya terutama berasal dari serpihan kulit dan fases tungau D. Pteronyssinus, D. Farinae dan Blomia tropicalis, kecoa, dan bulu binatang peliharaan (anjing, kucing, burung). Alergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.
2.      Rinitis Non Alergi
Beberapa orang yang terkena rinitis tidak memiliki alergi. Rinitis Non Alergi sering pada orang dewasa dan menyebabkan gejala bertahun-tahun seperti pilek dan hidung tersumbat. Masalah ini tidak digolongkan rinitis alergi karena tidak adanya sistem imun yang terkait. Proses terjadinya rinitis non alergi ini belum banyak diketahui.
Beberapa orang yang menderita rinitis non alergi mengalami inflamasi pada daerah hidung dan sinusnya. Pada beberapa kasus seperti ini yang sudah parah, ditemukan adanya polip yang tumbuh dari membran mukosa dan menghambat udara mengalir keluar masuk hidung. Pasien dengan kasus seperti ini juga sering kehilangan sensasi penciumannya. Bentuk lain dari rinitis non alergi ini, adalah ditemukannya sedikit inflamasi pada hidung dan gejala dipicu oleh aroma yang kuat, polusi, asap, dan iritan lainnya.. (Anonim. Indikator Indonesia Sehat 2010. [online] 2003 [citied 2008 Okt 23]. Available from :                          www.bankdata.depkes.go.id

1.2  TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
            Melalui penjelasan dan Askep ini mahasiswa bisa mengerti dan memahami dari penyakit rhinitis alergi  dan dapat mengaplikasikankanya di saat   menemukan kejadian seperti ini


1.2.2        Tujuan Khusus
-           Mahasiswa dapat memahami penjelasan dari rhinitis alergi.
-          Mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan dari rhinitis alergi
-          Mahasiswa dapat mengaplikasikan askep tersebut didalam kehidupan.

1.3  MANFAAT
Dengan adanya tugas ini mahasiswa atau perawat dapat mengaplikasikan dan dapat membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit rhinitis alergi ini serta menambah pengetahuan mengenai penyakit ini

 
1.1.1        ANATOMI FISIOLOGI
·      Hidung luar terbentuk oleh tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan rongga hidung, menonjol pada garis di antara pipi dengan bibir atas; struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang, yang tidak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago, yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang paling mudah digerakkan.
·      Rongga hidung (cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang. Lubang depan cavitas nasi disebut nares anteriror dan lubang belakangnya disebut nares posterior (choanae) yang menghubungkan cavitas nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares anterior terdapat vestibulum yang dilapisi rambut dan kelenjar sebasea.Tiap cavitas nasi memiliki 4 dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial adalah septum nasi. Bagian terluar dari septum dilapisi oleh kelenjar mukosa. Dinding lateral mempunyai empat buah concha yakni concha inferior, chonca media, chonca superior, dan chonca suprema. Di antara concha dan dinding lateral hidung terdapat meatus. Dinding inferior merupakan dasar dari rongga hidung dan dibentuk oleh os maxilla dan os palatum. Dinding superior dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
·      Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika. Bagian bawah dari rongga hidung mendapat pendarahan dari a. maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.
·      Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, sedangkan bagian lain mendapat persarafan sensoris dari n. maxilla.
·      Rongga hidung dilapisi oleh dua jenis mukosa, mukosa olfaktori dan mukosa respiratori. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetrinya bervariasi. Secara umum diberi nama, sinus maxillaris, sfenoidalis, frontalis, dan ethmoidalis.
Struktur histology
            Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.
·         Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
·         Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan.
·         Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat. 
Fisiologi Hidung
1.      Jalan napas
Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya.
2.      Alat pengatur kondisi udara (air condition-ing)
      Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara
3.      Penyaring udara
Mukus pada hidung berfungsi sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama rambut hidung, dan silia.

4.      Sebagai indra penghidu
Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius
5.      Untuk resonansi udara
Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya.
6.      Turut membantu proses berbicara dan Refleksi nasal.

1.1.2        ETIOLOGI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
·         Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
·          Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
  • Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
  • Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
  • Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah
  • Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan


Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

1.1.3        MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Adapun gejala Rhinitis Alergi adalah :
Ø  Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
Ø   Hidung tersumbat.
Ø  Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
Ø  Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
Ø  Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
Beberapa gejala lain yang tidak khas adalah  :
¨             allergic shiner bayangan gelap di bawah mata.
¨             allergic salute Gerakan mengosok-gosokan hidung pada anak- anak 
¨             allergi crease, timbulnya garis pada bagian depan hidung.

1.1.4        PATOFISIOLOGI
            Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi alergi.
            Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang merangsang IgE, dan sel Mast.
            Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.
            Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.
            Terdapat hubungan antara system imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksiStem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  KONSEP PENYAKIT
2.1.1        DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa  (Von Pirquet, 1986).
Rhinitis  alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).
Menurut sifanya Rhiniti Alergi dibagi mejadi :
a.   Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.( Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika)
b.   Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. .( Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika)

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:
a.       Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
b.      Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi (WHO Initiative ARIA tahun 2000) :
a.       Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
b.      Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
  1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
  1. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat.( Junadi, purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius)

 
1.1.1        KOMPLIKASI
a.       Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
b.      Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
c.       Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase

1.1.2        PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
            Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.
Beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah
§  Pemeriksaan nasoendoskopi
§  Pemeriksaan sitologi hidung
§  Hitung eosinofil dalam darah tepi
§  Uji kulit allergen penyebab

1.1.3        PENATALAKSANAAN
Adapun beberapa cara penatalaksaan dari Rhinitis Alergi itu seperti :
§  Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab
§  Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid dipil
§  jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain
§  Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
§  Penggunaan Imunoterapi.

1.2  ASUAHAN KEPERAWATAN
1.2.1        PENGKAJIAN
1.      Identitas
 Nama
 jenis kelamin
 umur
 bangsa
2.       keluhan utama
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
3.      Riwayat peyakit dahulu
Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
4.      Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien
5.      Pemeriksaan fisik :
 Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
 Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
6.      Pemeriksaan penunjang :
o   Pemeriksaan nasoendoskopi
o   Pemeriksaan sitologi hidung
o   Hitung eosinofil pada darah tepi 
o   Uji kulit allergen penyebab


1.2.2        DIAGNOSA
1.      Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang mengental
2.      Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
3.      Ketidak nyamanan pasien b/d hidung yang meler
4.      Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen
5.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

1.2.3        INTERVENSI
1.      Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi /adanya secret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria Hasil :
a.       Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b.      Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji penumpukan secret yang ada.

Ø  Observasi tanda-tanda vital.




Ø  Kolaborasi dengan team medis

Ø  Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

Ø  Tingkat dari suatu keparahan penyakit akan menyebabkan diadakanya suatu tindakan.


Ø  Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi

2.      Pertukaran gas, kerusakan b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Tujuan : Suplai oksigen terpenuhi
Kriteria Hasil :
a.       Klien tidak kesulitan bernafas lagi
b.      Jalan nafas kembali normal sekresi berkurang atau tidak ada.
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.


Ø  Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.

Ø  Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan
a.       Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan 
b.      Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi

Ø  Catat penggunaan otot aksesori, napas,bibir,ketidak mampuan bicara/berbincang.

Ø  Tehnik ini akan memberikan kenyaman pada pasien.




Ø  Mempermudah pernafasan pada pasien.
Ø  Bentuk dan posisi klien sangat menetukan peredaran oksigen ke tubuh

3.      Ketidak nyamanan pasien b/d hidung yang meler
Tujuan : Hidung klien sudah tidak meler/tidak ada mucus
Kriteria Hasil :
klien sudah merasa nyaman
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji jumlah mukus, bentuk dan warna

Ø  Anjurkan pasien mengeluarkan mucus.

Ø  Anjurkan pasien untuk membersihkan hidung .

Ø  Melihat tingkat keparahan penyakit

Ø  Mengurangi mukus dalam hidung agar bisa bernafas dengan nyaman.
Ø  Hidung akan menjadi bersih .

4.      Rasa nyeri di kepala b/d kurangnya suplai oksigen
Tujuan : Mengurangi rasa nyeri di kepala
Kriteria Hasil : 
c.       Klien tidak merasa nyeri 
d.      Klien mengetahui cara pemijatan refleksi 
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji Skala nyeri 

Ø  Memberikan pijatan refleksi di kepala


Ø  Anjurkan pasien untuk beristirahat
Ø  Mengetahui tingkatan sakit 

Ø  Merasakan kenyamanan



Ø  Mengembalikan kondisi yang baik pada tubuh 

5.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
Tujuan : Membantu pasien dalam aktivitas 
Kriteria hasil :
Klien sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Intervensi
Rasional
Ø  Kaji kegiatan pasien


Ø  Anjurkan Pasien untuk istirahat

Ø  Berikan bantuan bila pasien tidak bias melakukan kegiatannya
Ø  Pasien bisa melakukan aktivitas seperti biasa

Ø  Mengembalikan kondisi pasien menjadi fit 

Ø  Aktivitas pasien berjalan lancer
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Rhinitis alergi secara umum didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung yag terjadi setelah paparan allergen melalui inflamasi yang diperantai IgE pada mukosa hidung. Meksipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan rhinitis alergi dianggap penyakit yang serius karna akan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
            Tak hanya aktivitas sehari-hari yang terganggu,biaya yang akan dikeluarkanpun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera di atasi apabila sudah terjadi kronik.

3.2 SARAN
            Sebagai mahasiswa yang mempunyai banyak kesibukkan dan aktifitas yang terbanyak diharapkan kita bisa menjaga kesehatanya apa lagi terkait dengan rhinitis alergi ini yang sangat rentan kepada siapa saja.
            Sebagai Mahasiswa kesehatan tidak hanya kita bisa memberikan penyuluhan ataupun merawat orang-orang yang sakit tapi yang utama kita harus memperhatikan keadaan diri kita sendiri dulu.