BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap
manusia normalnya memiliki organ sensori, yaitu organ pembau, pendengaran,
pengecapan, dan penglihatan. Organ- organ tersebut tidak jarang atau bahkan
rawan sekali mengalami gangguan, sehingga terjadi gangguan sensori persepsi
pada penderitanya. Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya
sebagai organ penghidu. Jika hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh
pada beberapa sistem tubuh, seperti pernapasan dan penciuman.
Salah satu
gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah massa lunak yang
bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena
mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau
multipel, unilateral atau bilateral. Polip dapat timbul pada penderita
laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada
polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel
atau meningoensefalokel.
Dulu diduga
predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit
atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para
ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui
dengan pasti. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi
(13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada
usia dewasa dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio antara laki – laki
dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.
Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa (Hosemann,
1994) dan 4,3% di Finlandia (Hedman, 1999). Jarang ditemukan pada anak- anak.
biasanya polip hidung ditemukan pada umur 20 tahun.
Oleh karena
itu, penting bagi perawat dan mahasiswa perawat untuk mendalami segala hal
tentang polip. Sehingga nantinya bisa ditegakkan diagnosa yang tepat, beserta
asuhan keperawatan yang akan diberikan.
1.2. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep polip?
2.
Bagaimana asuhan keperawatan untuk
klien yang menderita polip?
1.3. Tujuan
a.
Tujuan Umum
Menjelaskan
konsep dan asuhan keperawatan pada penderita polip.
b.
Tujuan Khusus
1.
Mengidentifikasikan definisi dari
polip
2.
Mengidentifikasikan anatomi dan fisiologi
organ penghidu
3.
Mengidentifikasikan etiologi,
patofisiologi, dan manifestasi polip serta segala hal yang berkaitan dengan
penyakit tersebut.
4.
Mengidentifikasikan asuhan
keperawatan yang tepat bagi klien penderita polip.
1.2 Anatomi Fisiologi
Menurut
Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum
nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara ,debu
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.Bagian-bagian dari hidung adalah
sebagai berikut:
1.
Bagian luar dinding terdiri dari
kulit.
2.
Lapisan tengah terdiri dari
otot-otot dan tulang rawan.
3.
Lapisan dalam terdiri dari selaput
lendir yang berlipat lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang
berjumlah 3 buah:
§ Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)
§ Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)
§ Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)
Di
antara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu:
a.
Meatus superior (lekukan bagian
atas)
b.
Meatus medialis (lekukan bagian
tengah)
c.
Meatus inferior (lekukan bagian
bawah).
Meatus-meatus inilah yang dilewati
oleh udara pernafasan ,sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan
tekak,lubang ini di sebut kaona.
Fungsi
dari hidung yaitu sebagai berikut:
1.
Bekerja sebagai saluran udara
pernafasan.
2.
Sebagai penyaring udara pernafasan
yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.
3.
Dapat menghangatkan udara
pernafasan oleh mukosa.
4.
Membunuh kuman yang masuk ,bersama
udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selapu lendir (mukosa)
atau hidung. (Drs.H.Syaifuddin,2006)
1.3 Etiologi
Terjadi
akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat
timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai
usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi
timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi
makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai
saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan
pasti.
Polip
disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak
mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila
asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu
tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring
(konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka biasanya lebih besar dari
polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak, sebagai
komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak, sehingga
kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila penyebarannya tidak
diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Oleh karena itu
janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali seseorang dioperasi untuk
menegluarkan polipnya berulang-ulang.
Yang dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1.
Alergi terutama rinitis alergi.
2.
Sinusitis kronik.
3.
Iritasi.
4.
Sumbatan hidung oleh kelainan
anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
1.4 Patofisiologi
Pembentukan
polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom
serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein, terjadi perubahan mukosa
hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di
daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti
oleh reepitelisasi dan pembentukan kelanjar baru. Juga terjadi peningkatan
penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air
sehingga terbentuk polip.
Teori
lain mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan
dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan
lama-lama menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan
membentuk tangkai.
Histopatologi polip nasi Secara
makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau
lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan
tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang
pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi
iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi
kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi
kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat
asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di
bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di
tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas
pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat.
Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara
prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.
Ada
polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip
koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga
polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari
kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip
koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.
Secara mikroskopis tampak epitel pada
polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia
denagn submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma,
eosinofil, netrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah,
saraf dan kelenjar sangat sedikit.
2.6 Manifestasi
Klinis
Gejala
utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini
tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat
dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini
menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala
dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin
dan iritasi di hidung.
Sumbatan
hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan
hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan
ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi
di hidung.
Pada
pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan
dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya
lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada
pemakaian vasokontriktor. Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus
dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid).
Perbedaannya:
Polip
|
Konka polipoid
|
Bertangkai
|
Tidak
bertangkai
|
Mudah
digerakkan
|
Sukar
digerakkan
|
Tidak
nyeri tekan
|
Nyeri bila
ditekan dengan pinset
|
Tidak
mudah berdarah
|
Mudah
berdarah
|
Pada
pemakaian vasokonstriktor tidak mengecil
|
Dapat
mengecil dengan vasokonstriktor
|
2.7 Pemeriksaan
Fisik
Polip
nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung
tampak mekar karena pelebar batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan
mudah digerakkan.
Pembagian
stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
Stadium 1 :
polip masi terbatas di meatus medius
Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius,
tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 :
polip yang massif
2.8 Pemeriksaan
Diagnostik
Foto
polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang
bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT scan)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada
kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal
diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan
pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
1.
Naso-endoskopi
Adanya
fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang
baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal
juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius
sinus maksila
2.
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos
sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi
sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan
positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai
keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks
ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks
ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati
dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada
perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk
tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren
diperlukan juga potongan aksial.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan
utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid
untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medika mentosa. Dapat
diberikan topical atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang
lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip
tipe neurotrofilik.
Kasus
polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat
massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan analgesic local,
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid,
operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila
tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus
Endoskopi Fungsional).
Bila
polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid
sistemik atau oral, misalnya prednisone 50mg/hari atau deksamentosa selama 10
hari kemudian diturunkan perlahan. Secar local dapat disuntikkan ke dalam
polip, misalnya triamsinolon asetonid atau predsinolon 0,5 ml tiap 5-7 hari
sekali sampai hilang. Dapat dipakai secara topical sebagai semprot hidung,
misalnya beklometason dipropionat. Bila sudah besar, dilakukan ekstraksi polip
dengan senar. Bila berualang dapat dirujuk untuk operasi etmoidektomi
intranasal atau ekstranasal.
Pengobatan
juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen penyebab.
Ada tiga
macam penanganan polip nasi yaitu :
1)
Cara konservatif
2)
Cara operatif
3)
Kombinasi keduanya.
Cara
konservatif atau menggunakan obat- obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang
merupakan satu- satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas
kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical
(long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung
tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic
treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat
oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat
hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan
dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah
methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.
Cara
operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan
ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc
operation), frontho-ethmoido- sphenoidektomi eksternal dan endoskopik
polipektomi dan bedah sinus.
2.10
Komplikasi
Satu buah
polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar atau dalam jumlah
banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis,
mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi serius nafas dimana akan stop dan
start bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi parah, akan mengubah
bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda/berbayang.
2.11
Prognosis
Prognosis
dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk
polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan
operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi
medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan
yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya
terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan,,
2.
Riwayat Penyakit sekarang :
3.
Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas,
tenggorokan.
4.
Riwayat penyakit dahulu :
§ Pasien pernah menderita penyakit
akut dan perdarahan hidung atau trauma
§ Pernah mempunyai riwayat penyakit
THT
§ Pernah menedrita sakit gigi geraham
5.
Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang.
6.
Riwayat spikososial
§ Intrapersonal : perasaan yang
dirasakan klien (cemas/sedih)
§ Interpersonal : hubungan dengan
orang lain.
7.
Pola fungsi kesehatan
a.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien
mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b.
Pola nutrisi dan metabolisme :
biasanya nafsu makan klien berkurang
karena terjadi gangguan pada hidung
c.
Pola istirahat dan tidur
selama inditasi klien merasa tidak
dapat istirahat karena klien sering pilek
d.
Pola Persepsi dan konsep diri
klien sering pilek terus menerus dan
berbau menyebabkan konsep diri menurun
e.
Pola sensorik
daya penciuman klien terganggu
karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8.
Pemeriksaan fisik
a.
status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital,
kesadaran.
b.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah
dan bengkak).
Data subyektif :
- Hidung terasa tersumbat, susah
bernafas
- Keluhan gangguan penciuman
- Merasa banyak lender, keluar darah
- Klien merasa lesu, tidak nafsu
makan
- Merasa pusing
Data Obyektif:
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi
bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang ? Pucat, edema keluar
dari hidung atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan edema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
Kultur
organisme hidung dan tenggorokan
3.2
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
3. Resiko
infeksi b.d terhambatnya drainase sekret
4. Hambatan
interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip
5. Ansietas
b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
6. Nyeri
kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar
3.3 Intervensi
dan Rasional
1. Dx 1 : Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
Tujuan : Bersihan jalan
nafas menjadi efektif dalam 10 – 15 menit setelah dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
§ RR
normal (16 – 20 x/menit)
§ Suara
napas vesikuler
§ Pola
napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan
§ Saturasi
oksigen 100%
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
·
Pantau status oksigen pasien
|
Rasional:
·
Mengetahui adanya penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
·
Mencegah terjadinya sianosis dan
keparahan
|
Mandiri :
|
·
Mencegah
obstruksi/aspirasi, dan meningkatkan ekspansi paru
·
Membantu pengenceran sekret
·
Mengkompensasi ketidakadekuatan
O2 akibat inspirasi yang kurang maksimal
|
Kolaborasi:
·
Berikan obat sesuai dengan
indikasi mukolitik, ekspetoran, bronkodilator.
|
·
Mukolitik untuk menurunkan
batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator
menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk meningkatkan
kenyamanan
|
Edukasi:
|
|
2. Dx 2 : Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
Tujuan : Menunjukkan
peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan dalam 3
x 24 jam.
Kriteria hasil :
-
Klien tidak merasa lemas.
-
Nafsu makan klien meningkat
- Klien mengalami peningkatan BB minimal
1kg/2minggu
- Kadar albumin > 3.2, Hb > 11
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
|
·
Untuk mendukung
peningkatan nafsu makan pasien
·
Mengetahui keseimbangan
intake dan pengeluaran asuapan makanan
·
Sebagai data
penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
·
Untuk dapat
mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah
|
Mandiri:
|
·
Meningkatkan asupan makanan pada
pasien
|
Kolaborasi:
|
|
Edukasi:
|
|
3. Resiko
infeksi b.d terhambatnya drainase sekret.
Tujuan : Meningkatnya
fungsi indera penciuman klien
Kriteria hasil:
-
Klien tidak merasa lemas
-
Mukosa mulut klien tidak kering
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
|
|
Mandiri :
|
·
Reaksi demam
indicator adanya infeksi lanjut
·
Suhu ruangn atau
jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
|
Health Education :
·
Menjaga lingkungan,
ventilasi, dan juga pencahayaan dirumah tetap bersih
|
4. Hambatan
interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip
Tujuan: peningkatan
sosialisasi
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan keterlibatan social
-
Menunjukkan penampilan peran
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
|
|
Mandiri:
|
|
Kolaborasi:
|
|
Edukasi:
Berikan
informasi tentang sumber-sumber di komunitas yang akan membantu pasien untuk
melanjutkan dengan meningkatkan interaksi sosial setelah pemulangan
|
Pasien
dapat meningkatkan sosialisasi dengan dengan baik pada komunitas
masyarakat dan sekitarnya.
|
5. Ansietas
b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
Tujuan : pengurangan
ansietas
Kriteria hasil :
-
Pasien tidak menunjukkan kegelisahan
-
Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative
- Tidak terjadi insomnia
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
|
|
Mandiri:
|
|
Kolaborasi:
|
|
Edukasi:
|
|
6. Nyeri
kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar
Tujuan : nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
·
Klien mengungkapakan
kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
·
Klien tidak menyeringai
kesakitan
·
Tidak ada kegelisahan
dan ketegangan otot
·
Tidak terjadi perubahan
pola tidur pada pasien
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
|
|
Mandiri:
|
|
Kolaborasi:
|
|
Edukasi:
|
|
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 kesimpulan
Polip
nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong,
tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
Polip hidung
biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif
atau reaksi
alergi pada mukosa hidung. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang
yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.
Diagnos
keperawatan yang mungkin ditegakkan pada klien penderita polip antara lain:
1.
Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
3. Resiko
infeksi b.d terhambatnya drainase sekret
4. Hambatan
interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip
5. Ansietas
b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung
6. Nyeri
kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar
4.2
Saran
Mahasiswa
keperawatan dan seseorang yang profesinya sebagai perawat diharapkan mampu
memahami dan menguasai berbagai hal tentang polip seperti etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan lainnya, serta asuhan keperawatan yang
tepat bagi pasien yang menderita polip, agar gangguan pada daerah hidung ini
dapat teratasi dengan baik.