Twitter

ASKEP ABSES OTAK

Author Angga_21 - -
Home » ASKEP ABSES OTAK

BAB I
ANATOMI FISIOLOGI
1.1 ANATOMI OTAK
            Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Pembagian otak:
    1.  Prosencephalon : Otak depan                                    
    2.  Mesencephalon : Otak tengah
§  Diencephalon : thalamus, hypothalamus
§  Telencephalon : korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
    3. Rhombencephalon : Otak belakang
§  Metencephalon : pons, cerebellum
§  Myelencephalon : medulla oblongata

1.2 FISIOLOGI OTAK
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
            Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.
            Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.
            Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.
            Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh darah.




















BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 KONSEP PENYAKIT ABSES OTAK
2.1.1 DEFINISI
            Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh ( seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ ). otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan.

2.1.2 ETIOLOGI
Menurut Long (1996), berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada Abses otak, yaitu : 
a.       Bakteri 
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
b.      Jamur
Antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
c.       Parasit
Walaupun jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira 6¬0% abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).

Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) : 
·         Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan
·         Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).
·         Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi  komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses otak.

2.1.3        MANIFESTASI KLINIS
            Abses otak dapat menyebabkan berbagai gejala, tergantung pada lokasinya. Gejalanya dapat berupa sakit kepala, mual, muntah, rasa mengantuk, kejang, perubahan kepribadian dan gejala kelainan fungsi otak lainnya.
Lokasi
Tanda dan Gejala
Sumber Infeksi
Lobus frontalis
1.   Kulit kepala lunak/lembut
2.   Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3.   Letargi, apatis, disorientasi
4.   Hemiparesis /paralisis
5.   Kontralateral
6.   Demam tinggi
7.   Kejang
Sinus paranasal
Lobus temporal
1.   Dispagia
2.   Gangguan lapang pandang
3.   Distonia
4.   Paralisis saraf III dan IV
5.   Paralisis fasial kontralateral

Cerebellum
1.   Ataxia ipsilateral
2.   Nystagmus
3.   Dystonia
4.   Kaku kuduk positif
5.   Nyeri kepala pada suboccipital
6.   Disfungsi saraf III, IV, V, VI.
Infeksi pada telinga tengah

2.1.4        PATOFISIOLOGI
            Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long,1996;193)
            Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen terdapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1.      stadium serebritis dini
2.      stadium serebritis lanjut
3.      stadium pembentukan kapsul dini
4.      stadium pembentukan kapsul lanjut.
            Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel  nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.




















2.1.5        KOMPLIKASI
            Klien dengan Abses Otak sangat beresiko untuk mengalami komplikasi jika tidak ditangani secara efektif. Adapun komplikasi yang mungkin muncul menurut Poerwadi (2000), yaitu : Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK
ü  Perdarahan abses
ü  Retardasi Mental 
ü  Epilepsi 
ü  Penurunan Kesadaran
ü  Kelumpuhan Fisik
ü  Sepsis
ü  Kejang
ü  Hidroshepalus
2.1.6        PENATALAKSANAAN
*      Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai ; Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen).
Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai. Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pasca operasi.

Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak 
DOSIS OBAT
FERKUENSI DAN RUTE
Cefotaxime (Claforan)
50-100 mg/KgBBt/Hari
Hari2-3 kali per hari
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari

3 kali per hari
IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil)
2 grams
setiap 4 jam,IVVa
setiap 4 jam
IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari

setiap 12 jam
IV


*      Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan imflamasi edema serebral jika pasien menunjukkan adanya peningkatan defisit neurologis
*      Obat-obatan antikonvulsan (ferotinin, fenobarbital) dapat diberikan sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT Scan.

2.2      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT ABSES OTAK
1.      Pengkajian
            Pengkajian neurologis anak-anak harus berdasarkan tingkat perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan apakah masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif.
A.    Anamnesis
1)      Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan sebagainya.
2)      Riwayat kesehatan
·         Gambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit kepala, pingsan dan pusing, perubahan tingkat kesadaran, cara berjalan, gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan perkembangan atau kehilangan tahapan penting perkembangan.
·         Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktor-faktor resiko gangguan neurologik.
o   Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal, pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang), konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia, dan diabetes)
o   Faktor resiko individu antara lain prematuritas, hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan, cedera kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis, penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan zat.
o   Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom, penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan kejang, retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.

B.     Pemeriksaan Fisik
1)      Keadaan Umum
2)      Tanda-Tanda Vital
3)      Tingkat Kesadaran . Gejala : Kesadaran penuh, bingung, diorientasi, letargi, apatis, stupor, atau koma.
4)      Pola Kesehatan
·         Aktivitas / Istirahat. Gejala : malaise
Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
·         Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).

·         Eliminasi. Tanda : adanya inkontensia atau retensi
·         Nutrisi. Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
·         Higiene. Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
·         Neurosensori. Gejala ; Sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda  ; Penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
·         Nyeri /kenyamanan. Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.
Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
·         Pernapasan. Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda ; peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
·         Keamanan. Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau parese.

2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran
2.      Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
3.      Penigkatan suhu tubuh
4.      Risiko tinggi cederayang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
5.      Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan , keadaan hipermetabolik
6.      Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik,transmisi sensorik, dan integrasi sensorik
7.      Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.

3.      INTERVENSI
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran
Intervensi
rasionalisasi
kaji fungsi paru, bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman , penggunaan otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputum

Memantau dan mengatasi komplkasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan , akibat adanya kelemahan atau parlisis pada otot-otot interkostal dan diafargma berkembang dengan cepat
atur posisi fowler dan semifowler
Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan , meningkatkan ekspansi dada, dari meningkatkan batuk lebih efektif
ajarkan cara batuk efektif

Klien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektf untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva  dan mencetuskan gagal napas akut

lakukan fisoterapi dada; vibrasi dada
Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500ml/hari
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh
lakukan penghisapan lendir dijalan napas

Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih

2.      Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
Intervensi
rasionalisasi
Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi

Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrkranial
Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intrakranial ke dokter

Untuk mendeteksi tana-tanda sok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal
Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring
Perubahan –perubahan ini menandkan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi awal
Tinggikan sedikit krpala pasien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
Untuk mengurangi tekanan intrakranial
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak ti tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut

Untuk mencegah karegangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial
Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi ; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu
Untuk mencegah eksitasiyang merangsan otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang
Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien
Untuk menurangi disorentasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yangn tergangggu
Evaluasi selama asa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual
Untuk merujuk ke rehabilitasi
Kolaborasi pemberian steroid osmotik

Untuk menurunkan tekanan intrakranial



3.      Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
Intervensi
Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurunkan reaksi terhadap rangsanagn eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala

Dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak
Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam
Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan ahti-hati
Membantu menurunkan relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa tidak nyaman
Kolaborasi pemberian analgesik
Mungkin diperlukan untk menurunkan rasa akit.
Catatn : narkotika merupakan kontraindikasi kerena berdampak pasa status neuroogis sehingga sukar untk dikaji





4.      Risiko cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Intervensi
Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan ,kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya
Gambaran iritabilitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi sesuai dengan intervensi yang tepat intuk mencegah terjadinya komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan  pengaman,dan alat suction selalu berada dekat pasien
Melindungi klien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase akut
Melngurangi resiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia
Kolaborasi pemberian terapi ;diazepam , fenobarbital
Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan: fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi











5.      Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Intervensi
Rasionalisasi
Observasi tekstur dan turgor kulit
Mengetahui status nutrisi klien
Lakukan orak higiene

Kebersihan mulut dapat merangsang nafsu makan
Observasi masukan dan keluaran

Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan keberhasilan sonde

Untuk menghindari resiko infeksi/ iritasi
Tentukan kemapuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflkes
Untuk menetapkan jenis makan yang akan diberikan pada klien
Kaji  kemampuan klien dalam menelan , batuk dan adanya sekret

Dengan mengkaji factor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah resiko aspirasi
Auskultasi bising usus, amati penurunan atau hiperaktivitas bisisng usus
Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus dapat menetukan respons pemberian makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus
Timbang badan sesuai indikasi

Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan
Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala
Menurunkan resiko regurgutasi atau aspirasi
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu , selama dan sesudah makan

Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan

Membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan  control muscular
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan menigkatkan masukkan
Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari luar
Mulailah untuk memberikan makan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menelan
Makanan lunak/cair mudah untuk dikendalikan didalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi
Anjurkan kloen menggunakan sedotan untuk minum

Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan / kegiatan

Dapat menigkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang menigkatkan nafsu makan
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut


6.      Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan

Menentukan bantuan untuk individu dalam menyusun rencana perawtan atau pemilihan intervensi
Identifikasi arti dan kehilangan atau disfungsi pada klien

Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sementara klien yang lain mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur kekurangan
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
Menunjukkan penerimaan , membantu klien untukmengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut
Catat ketika klien menyatakan pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan ingin mati
Mendukung penolakkan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap bagian tubuh dan kemampuan untuk menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional
Ingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
Membantu klienuntuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Membiarkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu menigkatkan perasaan harga diri serta memengaruhi proses rehablitasi
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang
Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
Menigkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial

4.      IMPLEMENTASI
            Implementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi  pada pasien abses otak, yaitu:
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Implementasi:
·         Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.
·         Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.
·         Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.
·         Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.
·         Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.
·         Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.
2.      Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.
Implementasi:
·         Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.
·         Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.
·         Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.
·         Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.
·         Mengorientasikan pasien ke lingkungan.
·         Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.

3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
Implementasi:
·         Mengkaji kemampuan mobilisasi.
·         Mengalih posisi pasien setiap 2 jam.
·         Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan.
·         Melakukan ROM pasive.
·         Memonitor tromboemboli, konstipasi.
·         Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan.
4.      Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Implementasi:
·         Memonitor suhu setiap 2 jam.
·         Memonitor tanda vital.
·         Memonitor tanda-tanda dehidrasi.
·         Memberikan obat anti pireksia.
·         Memberikan minum yang cukup 2000 cc/hari.
·         Melakukan kompres dingin dan hangat.
·         Memonitor tanda-tanda kejang.
5.      Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Implementasi:
·         Mengukur tanda vital setiap 4 jam.
·         Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
·         Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.
·         Mencatat intake dan output cairan.
·         Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.
·         Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.
·         Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
·         Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral.
6.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
Implementasi:
·         Mengkaji makanan kesukaan pasien.
·         Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
·         Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.
·         Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik.
·         Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan.
·         Mengurangi minum sebelum makan.
·         Menghindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.
·         Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.
·         Melakukan perawatan mulut.
·         Memonitor kadar Hb dan albumin.
7.      Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.
Implementasi:
·         Mengkaji tingkat nyeri pasien.
·         Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.
·         Melakukan perubahan posisi.
·         Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.
·         Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.
·         Memberikan obat analgetik sesuai program.

5.      EVALUASI
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:
1)      Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a.       Menunjukkan peningkatan  kesadaran
b.      Pandangan bagus
c.       Menurunnya kelemahan motorik
d.      Tanda vital dalam batas normal
e.       Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi
f.       Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.
2.      Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri
a.       Menunjukkan peningkatan kesadaran
b.      Tidak terjadi kejang
c.       Peningkatan satus mental
3.      Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami
a.       Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal
b.      Menunjukkan integritas kulit yang utuh
c.       Tidak terjadinya atropi
d.      Tidak terjadinya kontraktur.
e.       Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.
f.       Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.
g.      Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.
h.      Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.
4.      Mencapai penurunan suhu tubuh
a.       Menunjukkan tanda vital yang normal
b.      Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat
c.       Menunjukkan suhu tubuh normal
d.      Menunjukkan turgor kulit yang baik
5.      Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi
a.       Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.
b.      Mentaati program medikasi
c.       Menujukkan nafsu makan yang baik
d.      Menunjukkan intake makanan yang baik.
e.       Menunjukkan peningkatan berat badan.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri.


One Response so far.

  1. Unknown says:

    artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...

    http://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/