Twitter

Archive for August 2013





BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang yang sering terkena ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra
Osteomielitis merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Staphylococcus adalah organisme yang bertanggung jawab untuk 90% kasus osteomyelitis akut.
 Organisme lainnya termasuk Haemophilus influenzae dan salmonella. Pada masa anak-anak penyebab osteomyelitis yang sering terjadi ialah Streptococcus, sedangkan pada orang dewasa ialah Staphylococcus.
Diagnosis infeksi tulang dan sendi biasanya dapat dibuat dari tanda-tanda yang tampak pada pemeriksaan fisik. Pada lokasi perifer seperti efusi sendi dan dan nyeri pada metafisis yang terlokalisir, dengan atau tanpa pembengkakan, membuat diagnosis relatif mudah. Namun pada panggul, pinggul, tulang belakang, tulang belikat dan bahu, penegakan diagnosis terjadinya infeksi sulit untuk ditentukan. Sehingga, pemeriksaan penunjang, dalam hal ini, pencitraan dapat memudahkan dan menegakkan diagnosis dari osteomielitis. Pemeriksaan pencitraan radiaografi yang dapat dilakukan ialah foto polos,Computed Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan radionuklir. Pemeriksaan tersebut dapat memudahkan dokter dalam menegakkan diagnosis osteomielitis. 

1.2. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi dari Osteomielitis ?
2.      Apa etiologi dari Osteomielitis ?
3.      Bagaimana patofisiologi dari Osteomielitis ?
4.      Sebutkan klasifikasi dari Osteomielitis ?
5.      Sebutkan manifestasi klinik dari Osteomielitis ?
6.      Apa saja komplikasi dari Osteomielitis ?
7.      Apa saja pemeriksaan penunjang dari Osteomielitis ?
8.      Bagaimana pecegahan dari Osteomielitis ?
9.      Bagaimana penatalaksanaan dari Osteomielitis ?
10.  Bagaimana asuhan keperawatan dari Osteomielitis ?

 1.3. TUJUAN
Ø  Tujuan Umum
Mahasiswa mampu Melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus Osteomielitis
Ø  Tujuan Khusus
·         Agar mahasiswa dapat memahami konsep penyakit Osteomielitis
·         Melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan penyakit Osteomielitis.
·         Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit Osteomielitis
·      Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Osteomielitis

1.4.MANFAAT
Ø  Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami penyakit Osteomielitis serta mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan dengan kasus Osteomielitis saat praktik klinik atau di rumah sakit
Ø  Bagi Akademik
Sebagai referensi tambahan bagi pendidikan dan  bahan perbandingan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan kasus Osteomielitis



BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1. DEFINISI
            Osteomielitis adalah infeksi tulang.Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infdeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi. Tinggi tekanan jaringan dan pembentukan involukrum ( pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati ). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
( Brunner & Suddarth,2001 )
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).

2.2. ETIOLOGI
Ø  Staphylococcus aureus 70% – 80 %
Ø  Proteus
Ø  Pseudomonas
Ø  Escerehia Coli
Ø  Awitan Osteomielitis :
·         Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3 bulan pertama (Akut Fulminan-Stadium 1)
·         Antara 4-24 bulan setelah pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2)
·         Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3)
( Brunner & Suddarth,2001 )


2.3. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis.

2.4. KLASIFIKASI
  Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:
Ø  Osteomielitis Primer
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
Ø  Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya.

2.5. MANIFESTASI KLINIS
            Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
( DR. Faisal Yatim, 2006 )

2.6. KOMPLIKASI
Ø  Dini :
1.      Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2.      Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
3.      Atritis septik

Ø  Lanjut :
1.      Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh yang terkena
2.      Fraktur patologis
3.      Kontraktur sendi
4.      Gangguan pertumbuhan


2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

2.8. PENCEGAHAN
            Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.

2.9. PENATALAKSANAAN
            Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
 Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

2.10. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN OSTEOMIELITIS
2.10.1 Pengkajian
 a)     Riwayat keperawatan
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitisHal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b)    Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c)    Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.

d)    Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI

2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2.      Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3.      Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
4.      Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.

2.10.3 Intervensi dan Rasional
         Dx1 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria Evaluasi :
Tidak terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal






Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.




2.


3.


4.


5.




6.
Mandiri :

Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)

Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)

Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka

Amati perubahan suhu setiap 4 jam


Kompres air hangat


Kolaborasi :

Pemberian obat-obatan analgesik


Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya


Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.

Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri

Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi

Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman



Mengurangi rasa nyeri



Dx 2 : Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan  keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
Mempertahankan posisi fungsional
Meningkatkan / fungsi yang sakit
Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasionalisasi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi


1.



2.






3.





4.







5.




6.
Mandiri :

Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan

Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit

Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak



Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan

Ubah posisi secara periodik



Kolabortasi :

Fisioterapi / aoakulasi terapi


Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang


Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien



Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien


Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi



Mengurangi gangguan mobilitas fisik




Mengurangi gangguan mobilitas fisik







Dx 3: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi :
Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.








2.









3.








4.







5.
Mandiri :

Pantau :
-          Suhu tubuh setiap   2 jam
-          Warna kulit
-          TD, nadi dan pernapasan
-          Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit

Lepaskan pakaian yang berlebihan








Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.





Motivasi asupan cairan





Kolaborasi :

Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran


Memberikan dasar untuk deteksi hati







Pakaian yang tidak berlebihan  dapat mengurahi peningkatan







suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan  kenyaman pasien.

Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.



Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh








Dx 4: Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
No.
Intervensi
Rasionalisasi


1.



Mandiri:

Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.


Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
2.


Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
3



.
Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi
4.



Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
Adanya drain, insisi suprapubik
meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5.



Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
6.
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi

Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.

7.

Kolaborasi:

Berikan antibiotic sesuai indikasi

Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.
2.10.4. IMPLEMENTASI
            Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah di rencanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk kesehatan lainya.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.













BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
            Osteomielitis adalah infeksi tulang.Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infdeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi. Tinggi tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati ).

3.2. SARAN
ü  Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda-tanda osteomielitis dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan osteomielitis secara benar.
ü  Dan kita memang harus benar – benar mengerti  tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan osteomielitis supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.