BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sindrom Gawat Nafas Dewasa atau ARDS
juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik adalah sindrom klinis yang di
tandai dengan penurunan progesif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah
enyakit atau cedera serius (Brunner& Suddart hal :615) menurut TJ. Pettty
1967 Adult respiratory distress sindrom adalah istilah yang diterapkan untuk
sindrom gagal nafas , hioksemia akut tanpa hiperkapnea Sedangkan menurut
(Doenges 1999) sindrom distress pernafasan dewasa adalah kondisi disfungsi
parenkim paru yang dikarakteristikan oleh kejadian antesenden mayor, ekslusi
kardiogenik menyebabkan edema paru , adanya takipnea , hipoksia, dan infiltrate
pucat pada foto dada. ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada
membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler , terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru- paru.ARDS menyebabkan
penurunan dalam pembentuka surfaktan , yang mengarah pada kolaps alveolar .
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya
adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia
berat dan hipokapnia
ARDS biasanya terjadi pada individu
yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada
individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan ,misalnya awitan
mendadak seperti infeksi akut.Biasanya terdapat periode laten sekitar 18- 24
jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala .durasi sindrom
dapat dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa
minggu
.asien yang tampak akan pulih dari ARDS data secara mendadak relaps kedalam
penyakit pulmonary akut akibat serangan sekunder seperti pneumotorak atau
infeksiberat(YasminAsih…Hal125).
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali normalnya ,namun pada tekanan tertentu , catran bocor keluar masuk ke jaringan interstisieldan terjadi edema paru.( Jan Tambayog 2000 , hal 109).
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali normalnya ,namun pada tekanan tertentu , catran bocor keluar masuk ke jaringan interstisieldan terjadi edema paru.( Jan Tambayog 2000 , hal 109).
Rumusan
Masalah Dari latar belakang diatas, kami mengambil rumusan masalah :
1.
Apa pengertian ARDS ?
2.
Apa penyebab dan bagaimana proses penyakitnya ?
3. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan
oleh ARDS ?
4. Bagaimana proses keperawatan pasien
ARDS
1.2.
Tujuan Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah :
1.Memahami
pengertian, penyebab, proses penyakit, dan ketrkaitannya dengan keperawatan Respirasi III.
2. Dapat memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan ARDS dengan baik dan
benar.
1.4
Manfaat Manfaat dari makalah yang kami susun adalah :
1.
Dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada kami dan mahasiswa lain dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
pasien.
2.
Memotifasi untuk terus mengembangkan kreatifitas yang dimiliki dalam bidang kesehatan.
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI
2.1 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
STRUKTUR
SISTEM RESPIRASI
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang
dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme
sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme
tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
STRUKUTUR SISTEM RESPIRASI
Sistem respirasi terdiri dari:
1 Saluran
nafas bagian atas
Pada bagian
ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan
dilembabkan
2. Saluran
nafas bagian bawah
Bagian ini
menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli
3. Alveoli
terjadi
pertukaran gas anatara O2 dan CO2
4. Sirkulasi
paru
Pembuluh darah
arteri menuju paru, sedangkan
pembuluh darah vena
meninggalkan
paru.
5. Paru
terdiri dari
a. Saluran
nafas bagian bawah
b. Alveoli
c. Sirkulasi
paru
6. Rongga
Pleura
Terbentuk dari
dua selaput serosa, yang
meluputi dinding dalam rongga
dada yang
disebut pleura parietalis, dan
yang meliputi paru atau pleura
veseralis
7. Rongga dan
dinding dada
Merupakan
pompa muskuloskeletal yang
mengatur pertukaran gas dalam
proses
respirasi
Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
Dihangatkan
Disaring
Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput
lendir respirasi ( terdiri dari :
Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang
berfungsi menggerakkan partikel
partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang
besar akan disaring oleh bulu
hidung, sel
golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang
masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan
diteruskan ke
b. Nasofaring
(terdapat pharyngeal tonsil dan
Tuba Eustachius)
c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga
mulut dengan faring,terdapat pangkal
lidah)
d. Laringofaring(terjadi
persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring
Terdiri
dari tiga struktur yang penting
Tulang rawan krikoid
Selaput/pita
suara
Epilotis
Glotis
b.Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm,
berbentuk ¾ cincin tulang
seperti
huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic
menempel
pada dinding depan usofagus.
c.
Bronkhi
Merupakan
percabangan trakhea kanan dan
kiri. Tempat percabangan ini disebut
carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.
Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus
kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior
d. Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.
Membran
alveolar :
- Small
alveolar cell dengan ekstensi
ektoplasmik ke arah rongga alveoli
- Large
alveolar cell mengandung inclusion
bodies yang menghasilkan
surfactant.
- Anastomosing
capillary, merupakan system vena
dan arteri yang saling
berhubungan
langsung, ini terdiri dari : sel
endotel, aliran darah dalam
rongga
endotel
- Interstitial
space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel
kapiler, epitel alveoli,
saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran
pertukaran gas
Proses pertukaran gas berlangsung
sebagai berikut: alveoli epitel
alveoli membran
dasar
endotel kapiler plasma eitrosit.
Membran sitoplasma eritrosit molekul hemoglobin
O² Co²
Surfactant
Mengatur hubungan antara cairan dan gas.
Dalam keadaan normal surfactant ini akan
menurunkan tekanan permukaan pada waktu
ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat
dihindari.
Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena – vena dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului
vena pulmonalis kembali ke
ventrikel kiri.
Paru
jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus,
bronkhiolus terminalis,
bronkhiolus
respiratoty, alveoli, sirkulasi paru,
syaraf, sistem limfatik.
Rongga dan Dinding
Dada
Rongga ini
terbentuk oleh:
- Otot –otot interkostalis
- Otot – otot pektoralis
mayor dan minor
- Otot – otot trapezius
- Otot –otot seratus
anterior/posterior
- Kosta- kosta
dan kolumna vertebralis
- Kedua hemi
diafragma
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
PARU-PARU
Merupakan jalinan atau susunan bronhus
bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis,
bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
SIRKULASI PARU
a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit
Ventilasi alveolar =
4 liter/menit
Sehingga
ratio ventilasi dengan aliran
darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8
b Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg
dengan rata-rata = 15 mmHg.
Tekanan vena pulmolais =
5 mmHg, mean capilary pressure =
7 mmHg
Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk
mengalirkan
darah dari arteri pulmonalis ke
vena pulmonalis
c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan
garam dan air mengalir dari
rongga kapiler
ke rongga interstitial, sedangkan
osmotic colloid pressure
akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi
ini dalam keadaan normal selalu
seimbang.Peningkatan tekanan kapiler
atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan
garam dalam rongga interstitial.
TRANSPOR OKSIGEN
1.Hemoglobin
Oksigen
dalam darah diangkut dalam dua bentuk:
-
Kelarutan fisik dalam plasma
- Ikatan
kimiawi dengan hemoglobin
Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi
O2, jumlahnya dipengaruhi oleh
pH darah dan suhu tubuh. Setiap
penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh
mengakibatkan ikatan hemoglobin dan
O2 menurun.
2.Oksigen content
Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah
dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 )
- Plasma
- Hemoglobin
REGULASI VENTILASI
Kontrol
dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi
gas-gas yang ada di dalam darah
Pusat respirasi
di medulla oblongata mengatur:
- Rate
impuls Respirasi rate
- Amplitudo
impuls Tidal volume
Pusat inspirasi
dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor :
anterior medulla oblongata, pusat apneu dan
pneumothoraks : pons.
Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah,
PaO2
PEMERIKSAAN FUNGSI
PARU
Kegunaan:
untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis
Indikasi
klinik:
- Kelainan jalan
nafas paru,pleura dan dinding toraks
- Payah jantung
kanan dan kiri
- Diagnostik pra
bedah toraks dan abdomen
- Penyakit-penyakit
neuromuskuler
- Usia lebih dari
55 tahun.
FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU
1. Respirasi :
pertukaran gas O² dan CO²
2. Keseimbangan
asam basa
3. Keseimbangan
cairan
4. Keseimbangan
suhu tubuh
5. Membantu
venous return darah ke atrium kanan
selama fase inspirasi
6. Endokrin :
keseimbangan bahan vaso aktif,
histamine, serotonin, ECF dan
angiotensin
7. Perlindungan
terhadap infeksi: makrofag yang
akan membunuh bakteri
Mekanisme
Pernafasan
Agar
terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha
keras pernafasan
yang tergantung pada:
1. Tekanan
intar-pleural
Dinding dada merupakan suatu kompartemen
tertutup melingkupi paru. Dalam
keadaan normal paru seakan melekat pada
dinding dada, hal ini disebabkan karena
ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan
intra
pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga
dada
meningkat, tekanan intar pleural dan intar
alveolar turun dibawah tekanan atmosfir
sehingga udara masuk Sedangkan waktu
ekspirasi volum rongga dada mengecil
mengakibatkan tekanan intra pleural dan
tekanan intra alveolar meningkat diatas
atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
2. Compliance
Hubungan antara
perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal
sebagai copliance.
Ada dua bentuk compliance:
- Static
compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan
saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang
dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O
- Effective
Compliance : (tidal volume/peak
pressure) selama fase
pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O
Compliance dapat menurun karena:
- Pulmonary
stiffes : atelektasis, pneumonia,
edema paru, fibrosis paru
- Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
- Chestwall
undistensibility: kifoskoliosis,
obesitas, distensi abdomen
Penurunan
compliance akan mengabikabtkan
meningkatnya usaha/kerja nafas.
3. Airway resistance (tahanan saluran
nafas)
Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1.
DEFINISI
ARDS merupakan
gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang
berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. atau Sindroma
Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang
tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau
non-pulmonal ( Hudak, 1997 ). ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu
oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung
dengan kerusakan paru," ungkap Aryanto Suwondo, dr. Sp.PD(K), dari
subbagian Pulmonologi Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta..
3.2.ETIOLOGI
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian
berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak
langsung. Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah ;
Sistemik :
1. Syok karena beberapa penyebab
2. Sepsis gram negative
3. Hipotermia
4. Hipertermia
5. Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat,
Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )
6.
Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal
7.
Eklampsi, Luka bakar Pulmonal , Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur,
penumosistik karinii
8. Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
9. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan
hidrokarbon )
10. Pneumositis Non-Pulmonal :
11. Cedera
kepala
12. Peningkatan TIK
13.
Pascakardioversi
14. Pankreatitis
15. Uremia
3.3
MANIFESTASI KLINIS
·
Penurunan kesadaran mental
·
Takikardi, takipnea
·
Dispnea dengan kesulitan bernafas
·
Terdapat retraksi interkosta
·
Sianosis
·
Hipoksemia
·
Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels,
stridor, wheezing
·
Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
3.3.
PATOFISIOLOGI
Perubahan
patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh trauma mayor
pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap system tubuh ketimbang
system pulmonary.perubahan patofisiologis berikut ini mengakibatkan sindrom
klinis yang dikenal sebagai ARDS
(Phipps, et al, 1995) :
1.
Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complemen cascade menjadi aktif,
yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2.
Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan
protein bocor ke dalam ruang interstisial antarkapiler dan alveoli dan pada
akhirnya ke dalam ruang alveolar.
3.
Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstisium dan alveoi, maka area
permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida menurun, sehingga
mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi dan hipoksemia.
4.
Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
5.
Sel-sel yang normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel
yang tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan
pembukaan alveolar.
Faktor
Resiko
1.
Trauma langsung pada
paru - Pneumoni
virus,bakteri,fungal - Contusio paru - Aspirasi cairan lambung - Inhalasi asap
berlebih - Inhalasi toksin - Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung - Sepsis - Shock –
DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation) -
Pankreatitis - Uremia - Overdosis Obat - Idiophatic (tidak diketahui) Bedah Cardiobaypass yang lama - Transfusi
darah yang banyak - PIH (Pregnand Induced Hipertension) - Peningkatan TIK -
Terapi radiasi
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
hasil Analisa Gas Darah : - Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) -Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 )
pada tahap awal karena hiperventilasi - Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan
gagal ventilasi -Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini -
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut Pemeriksaan Rontgent
Dada : - Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru -Tahap
lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli Tes
Fungsi paru : - Pe ↓ komplain paru dan volume paru - Pirau kanan-kiri meningkat
3.5. PENATALAKSANAAN
Mengidentifikasi dan mengatasi
penyebab
b. Memastikan ventilasi yang adekuat.
c. Memberikan dukungan sirkulasi
d. Memastikan volume cairan yang adekuat
e. Memberikan dukungan nutrisi adekuat ( Brunner & Suddart Hal 616)
b. Memastikan ventilasi yang adekuat.
c. Memberikan dukungan sirkulasi
d. Memastikan volume cairan yang adekuat
e. Memberikan dukungan nutrisi adekuat ( Brunner & Suddart Hal 616)
Tujuan Terapi : - Support pernapasan - Mengobati penyebab jika mungkin -
Mencegah komplikasi.
Terapi :
• Pasang jalan nafas yang
adekua, Pencegahan infeksi
• Ventilasi Mekanik, Dukungan nutrisi
• TEAP, Monitor system terhadap respon
• Pemantauan oksigenasi arteri, Perawatan kondisi dasar
• Cairan
• Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B )
• Pemeliharaan jalan nafas
• Intubasi untuk pemasangan ETT
•.Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure)
untuk mempertahankan keadekuatan level
O2 darah.
• Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan
ventilator
Pengobatan
tergantung klien dan proses
penyakitnya :
Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan
darah.
Antibiotik untuk mengatasi infeksi
Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon
inflamasi dan mempertahankan
stabilitas membran paru.
3.6. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan dari klien dengan ARDS harus
dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan informasi yang
dikumpulkan tanpa meningkatkan distress pernapasan klien. Keadaan-keadaan
berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif masih
terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari
setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan
kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung dari
pada pada tahapan mana diagnosis dibuat.
PENGKAJIAN PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
Pengkajian psikologis klien ARDS meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh untuk memperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kongnitif, dan perilaku klien. Sebagian besar
pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien
dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang
waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritannya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien,
yaitu timbul ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (
gangguan citra tubuh ). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar
bisa digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan
perilaku akibat stress.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah
keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan
dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup
individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan
oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem
dukungan individu.
BAB
IV
ASUHAN
KEPERAWATAN
4.1. ANAMNESIS
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta bantuan pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neurologis yaitu :
a.Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai sehari- an.
c. Krkels halus di seluruh bidang paru.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma YasminAsih …Hal 128
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai sehari- an.
c. Krkels halus di seluruh bidang paru.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma YasminAsih …Hal 128
riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Tanyakan kepada klien dengan jelas tentang
gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk.
Pada pengkajian klien,ARDS biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan,
Takikardi, takipnea, Dispnea dengan kesulitan bernafas, Terdapat retraksi
interkosta, Sianosis, Hipoksemia.
dan Keluhan tersebut adalah Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.Batuk kering dan
demam yang terjadi lebih,dari beberapa jam sampai sehari- an,Krkels halus di
seluruh bidang paru. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan
agitasi sampai koma.
bagaimana sifat timbulnya Distres pernapasan akut dan tindakan apa yang telah diberikan dalam
upaya menurunkan keluhan tersebut. Adanya penurunan atau perubahan gangguan
pernapasan disebabkan oleh ARDS akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler
yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalam jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru- paru.ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentuka
surfaktan , yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penuruna karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
bhipokapnia
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah
dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisiposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami riwayat trauma langsung
kemungkinan penyebaran infeksi dari orang lain ( abses paru-paru, endokarditis
infektif ), dan dapat menjadi komplikasi akibat beberapa bentuk trauma yang
menjadikan terjadinya ARDS yaitu AKUT RESPIRATORY DISTRES SINDROM.
4.2. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan ARDS
meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,
dan pengkajian psikososial. Hasil pengkajian yang didapatkan dari ARDS
diakibatkan oleh kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung.
PENGKAJIAN PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
Pengkajian psikologis klien
ARDS meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kongnitif, dan perilaku
klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi
menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi
pertanyaan dan tetap melakukan
pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan
pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritannya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak
yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan, rasa trauma untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan citra tubuh ). Pengkajian
mengenai mekanisme koping yang secara sadar bisa digunakan klien selama masa
trauma meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini
yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat trauma.
Karena klien harus menjalani
rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien,
karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Perawat juga memasukkan pengkajian
terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi
pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada
gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.
4.3.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak
efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal,
peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola
nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan :
takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan
A-a Gradient.
3. Resiko
tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran
cairan kompartemental.
4.
Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status
kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh
mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak
berdaya, ketakutan, gelisah.
5.
Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan
dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan
mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
4.4.
INTERVENSI
1. Tidak
efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal,
peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola
nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
kaji fungsi paru,
bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman , penggunaan otot-otot
aksesori, warna dan kekentalan sputum
|
Memantau dan mengatasi komplkasi potensial. Pengkajian
fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena
pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan , akibat adanya kelemahan
atau parlisis pada otot-otot interkostal dan diafargma berkembang dengan
cepat
|
atur
posisi fowler dan semifowler
|
Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan ,
meningkatkan ekspansi dada, dari meningkatkan batuk lebih efektif
|
ajarkan cara batuk
efektif
|
Klien
berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektf untuk
membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga
menyebabkan aspirasi saliva dan
mencetuskan gagal napas akut
|
lakukan fisoterapi
dada; vibrasi dada
|
Terapi
fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
|
penuhi
hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan
2500ml/hari
|
Pemenuhan
cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluar dari tubuh
|
lakukan penghisapan
lendir dijalan napas
|
Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas menjadi bersih
|
2.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan :
takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,
dan A-a Gradient.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Kaji status pernafasan, dan lihat peningkatan
respirasi atau perubahan pola nafas
|
Untuk Pasien agar dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat dengan nilai ABGs normal
|
Lihat peningkatan permeabilitas membrane
alveoli – kapiler atau adanya mukus pada jalan nafas
|
Agar tenaga pasien tersimpan, dan mengurangi penggunaan oksigan
kolaboratif
|
Memaksimalkan pertukaran oksigan secara teru-menerus dengan tekanan yang
sesuai
|
Untuk mencegah ards (akut respitory
distress syndrome)
|
Waktu prusedur perawatan disesuaikan
dan di atur tepat waktu dengan periode relaksasi hindari rangsangan
lingkungan tidak perlu
|
Untuk menegah eksitasi yang merangsang
pernapasan yang sudah infeksi dan dapat menimbulkan gagal napas
|
Beri penjelasan pada keadaan
|
Untuk mengurangi klarifikasi sistem
pernafasan yang terganggu
|
Evaluasi selama penyembuhan terhadap gangguan
sistem pernafasan dan intelektual
|
Untuk merujuk rehabilitasi
|
3. Resiko
tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran
cairan kompartemental.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Monitor vitals
signs sperti tekanan darah ,heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)
|
membantu
berkurangnya volume atau keluarnya cairan dapat meningkatkan heart
rate,,menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.
|
Lihat cairan
yang dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa
kering, sekret kental.
|
Untuk mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan
tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami
deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat
merusak fungsi respirasi
|
berikan
penggantian elektrolit sesuai indikasi
|
sebagai
efek therapi deuritik.
|
4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi,
pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek
hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi
meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
Intervensi
|
rasionalisasi
|
Monitor
perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia)
ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat,
dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
|
Pasien dapat mengungkapkan
perasaan cemasnya secara verbal, Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya,
rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang, Mampu menanggulangi, mampu
menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.
|
Observasi
peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi. Hipoksemia
dapat menyebabkan kecemasan.
|
Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi. Memberi
kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan
sendiri dari pengontrolannya.
|
Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
|
Membantu pasien menerima situsi dan hal tersebut harus
ditanggulanginya. R/: Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa
segalanya akan menjadi lebih baik.
|
Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialami
pasien
|
Agar pasien menerima apa yang sedang terjadi dan dapat
mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya.
|
Anjurkan klien untuk
berpartisipasi dalam program latihan / kegiatan
|
Agar dapat
meningkatkan kesenbuhan
|
5. Defisit
pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan
kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan
pertanyaan , menyatakan masalahnya.
Intervensi
|
rasionalisasi
|
Kaji mengenai kondisi pasien
dengan mengajukan pertanyaan
|
Agar pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi
|
Berikan pembelajaran dari apa yang di butuhkan pasien
|
Agar pasien mengetahui informasi dengan jelas dan mengerti
|
Hindari lingkungan dingin dan
orang-orang terinfeksi
|
Guna untuk mempertahankan pola istirahat
yang period
ic dan mencegah komplikasi berikutnya
|
Kaji kembali kebutuhan nutrisi
|
Untuk meningkatkan stamina dan
mencegah hal yang membutuhkan oksigen lebih banyak
|
Bantu dan anjurkan perawatan
yang baik dan memperbaiki kebiasaan
|
membantu klien untuk
beradaptasi meningkatkan perasaan harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi
|
Anjurkan orang terdekat untuk
mengijinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal positif untuk dirinya
|
Agar Klien dapat beradaptasi
terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang
|
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
ARDS
merupakan gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak
napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi
pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ).
ADRS merupakan keadaan darurat medis yang
dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak
langsung dengan kerusakan paru," ungkap Aryanto Suwondo, dr. Sp.PD(K),
dari subbagian Pulmonologi Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta.. ARDS
berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Hudak &
Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah ;
Sistemik, Pulmonal,Non-Pulmonal
5.2.
SARAN
Setelah
kita membaca, mengetahui, dan memahami apa itu ARDS . kita tahu bahwa salah
satu penyebab penyakit ini adalah disebabkan oleh bakteri. Apabila kita telah mengetahui mengenai abses otak
ini, baik pembaca maupun penulis sebaiknya dapat menghindari penyakit yang
dapat menyerang paru;paru salah satunya penyakit ards yaitu gagal nafas.