BAB I
ANATOMI FISIOLOGI
1.1 ANATOMI OTAK
Anatomi
otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat
kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di
seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak
tengah, dan otak belakang.
Pembagian otak:
1. Prosencephalon : Otak
depan
2. Mesencephalon : Otak
tengah
§ Diencephalon : thalamus, hypothalamus
§ Telencephalon : korteks serebri, ganglia basalis,
corpus striatum
3. Rhombencephalon : Otak belakang
§
Metencephalon : pons, cerebellum
§
Myelencephalon : medulla oblongata
1.2 FISIOLOGI OTAK
Sawar Darah Otak (Blood
Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari
susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga,
yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan
kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus,
pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang
menutupi ruang subaraknoid.
Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain
dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel
tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan
sel-sel membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif,
reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat
sirkulasi serebral yang terganggu.
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi
masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi
pada proses radang dan imunologik, tight
junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang
oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah
sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan
structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi
endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh darah.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 KONSEP PENYAKIT ABSES OTAK
2.1.1 DEFINISI
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul
dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau
jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma
atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian
insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami
gangguan kekebalan tubuh ( seperti penderita HIV positif atau orang yang
menerima transplantasi organ ). otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan.
2.1.2 ETIOLOGI
Menurut Long (1996), berbagai mikroorganisme
dapat ditemukan pada Abses otak, yaitu :
a.
Bakteri
Bakteri
yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides.
b.
Jamur
Antara
lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan
Aspergillus.
c.
Parasit
Walaupun
jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat menimbulkan abses otak
secara hematogen. Kira-kira 6¬0% abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan
kurang lebih 25% abses otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).
Adapun beberapa proses infeksi yang dapat
menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) :
·
Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan
·
Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi
(infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).
·
Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan
dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses
otak.
2.1.3
MANIFESTASI
KLINIS
Abses otak dapat
menyebabkan berbagai gejala, tergantung pada lokasinya. Gejalanya dapat berupa
sakit kepala, mual, muntah, rasa mengantuk, kejang, perubahan kepribadian dan
gejala kelainan fungsi otak lainnya.
Lokasi
|
Tanda dan Gejala
|
Sumber
Infeksi
|
Lobus frontalis
|
1. Kulit kepala
lunak/lembut
2. Nyeri kepala yang
terlokalisir di frontal
3. Letargi, apatis,
disorientasi
4. Hemiparesis
/paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang
|
Sinus
paranasal
|
Lobus temporal
|
1. Dispagia
2. Gangguan lapang
pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III
dan IV
5. Paralisis fasial
kontralateral
|
|
Cerebellum
|
1. Ataxia ipsilateral
2. Nystagmus
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada
suboccipital
6. Disfungsi saraf III,
IV, V, VI.
|
Infeksi
pada telinga tengah
|
2.1.4
PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan
edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis
sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses
liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila
terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis ( long,1996;193)
Abses otak dapat terjadi akibat
penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara
hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan
operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen terdapat pada
setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan
grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu. AO bersifat soliter atau multipel. Yang
multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt
kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga
sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami
infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau
radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik
yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap
awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi
lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu
terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga
abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan
patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1. stadium
serebritis dini
2. stadium
serebritis lanjut
3. stadium
pembentukan kapsul dini
4. stadium
pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba
dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur,
dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita,
sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis
terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus
parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
2.1.5
KOMPLIKASI
Klien dengan Abses Otak sangat beresiko untuk
mengalami komplikasi jika tidak ditangani secara efektif. Adapun komplikasi
yang mungkin muncul menurut Poerwadi (2000), yaitu : Herniasi unkal atau
tonsiler karena kenaikan TIK
ü Perdarahan abses
ü Retardasi Mental
ü Epilepsi
ü Penurunan Kesadaran
ü Kelumpuhan Fisik
ü
Sepsis
ü
Kejang
ü Hidroshepalus
2.1.6
PENATALAKSANAAN
Terapi antibiotik.
Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai ; Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai. Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pasca operasi.
Antibiotik yang dipakai ; Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai. Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pasca operasi.
Tabel 2.2
Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
DOSIS OBAT
|
FERKUENSI
DAN RUTE
|
Cefotaxime
(Claforan)
50-100
mg/KgBBt/Hari
|
Hari2-3
kali per hari
|
Ceftriaxone
(Rocephin)
50-100
mg/KgBBt/Hari
|
2-3 kali
per hari
IV
|
Metronidazole
(Flagyl)
35-50
mg/KgBB/Hari
|
3 kali per
hari
IV
|
Nafcillin
(Unipen, Nafcil)
2 grams
setiap 4
jam,IVVa
|
setiap 4
jam
IV
|
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
|
setiap 12 jam
IV
|
Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan imflamasi edema
serebral jika pasien menunjukkan adanya peningkatan defisit neurologis
Obat-obatan antikonvulsan (ferotinin, fenobarbital) dapat diberikan sebagai
profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan
terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan
dengan CT Scan.
2.2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT ABSES OTAK
1.
Pengkajian
Pengkajian neurologis anak-anak harus
berdasarkan tingkat perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan apakah
masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif.
A.
Anamnesis
1)
Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan sebagainya.
·
Gambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan
presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit kepala, pingsan dan
pusing, perubahan tingkat kesadaran, cara berjalan,
gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan perkembangan atau kehilangan
tahapan penting perkembangan.
·
Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktor-faktor resiko
gangguan neurologik.
o Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal,
pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang),
konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis,
rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia, dan diabetes)
o Faktor resiko individu antara lain prematuritas,
hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan,
cedera kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis,
penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan zat.
o Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom,
penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan kejang,
retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.
B. Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan Umum
2)
Tanda-Tanda Vital
3)
Tingkat Kesadaran . Gejala : Kesadaran penuh,
bingung, diorientasi, letargi, apatis, stupor, atau koma.
4)
Pola Kesehatan
·
Aktivitas / Istirahat. Gejala : malaise
Tanda : ataksia,
masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
·
Sirkulasi
Gejala
: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD meningkat,nadi
menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
·
Eliminasi. Tanda : adanya inkontensia
atau retensi
·
Nutrisi. Gejala ; kehilangan nafsu
makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda
; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
·
Higiene. Tanda
; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
·
Neurosensori. Gejala ; Sakit
kepala,parestesia,timbul kejang,
gangguan penglihatan
Tanda
; Penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam
mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan
TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
·
Nyeri /kenyamanan. Gejala ; Sakit kepala mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.
Tanda
; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
·
Pernapasan. Gejala ; adanya riwayat
infeksi sinus atau paru.
Tanda
; peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah.
·
Keamanan. Gejala ; adanya riwayat
ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi,
infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak/cedera kepala.
Tanda
; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot
flaksid atau spastik; paralisis atau parese.
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan kesadaran
2.
Perubahan perfusi
jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan
selaput otak
3.
Penigkatan suhu tubuh
4.
Risiko tinggi
cederayang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan
tingkat kesadaran
5.
Gangguan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan ,
keadaan hipermetabolik
6.
Gangguan persepsi sensorik
yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik,transmisi
sensorik, dan integrasi sensorik
7.
Koping individu tidak
efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial,
perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi,
ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.
3.
INTERVENSI
1.
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan tingkat kesadaran
Intervensi
|
rasionalisasi
|
kaji
fungsi paru, bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman , penggunaan
otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputum
|
Memantau dan mengatasi komplkasi
potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah
penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan , akibat
adanya kelemahan atau parlisis pada otot-otot interkostal dan diafargma
berkembang dengan cepat
|
atur posisi fowler dan semifowler
|
Peninggian kepala tempat tidur
memudahkan pernapasan , meningkatkan ekspansi dada, dari meningkatkan batuk
lebih efektif
|
ajarkan
cara batuk efektif
|
Klien berada pada risiko tinggi bila
tidak dapat batuk dengan efektf untuk membersihkan jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut
|
lakukan
fisoterapi dada; vibrasi dada
|
Terapi
fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
|
penuhi hidrasi cairan via oral seperti
minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500ml/hari
|
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari
tubuh
|
lakukan
penghisapan lendir dijalan napas
|
Pengisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih
|
2. Perubahan
perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak
dan selaput otak
Intervensi
|
rasionalisasi
|
Monitor
klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring
minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi
|
Untuk
mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrkranial
|
Monitor
tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera
perubahan-perubahan tekanan intrakranial ke dokter
|
Untuk mendeteksi tana-tanda sok, yang
harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal
|
Hindari posisi tungkai ditekuk atau
gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring
|
Perubahan –perubahan ini menandkan ada
perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi awal
|
Tinggikan
sedikit krpala pasien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan
tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
|
Untuk
mengurangi tekanan intrakranial
|
Bantu
seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk BAB (jangan
enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan
bergerak ti tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut
|
Untuk mencegah karegangan otot yang
dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial
|
Waktu
prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode
relaksasi ; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu
|
Untuk
mencegah eksitasiyang merangsan otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan
kejang
|
Beri
penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien
|
Untuk
menurangi disorentasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yangn
tergangggu
|
Evaluasi
selama asa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual
|
Untuk
merujuk ke rehabilitasi
|
Kolaborasi
pemberian steroid osmotik
|
Untuk
menurunkan tekanan intrakranial
|
3. Nyeri
kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Usahakan
membuat lingkungan yang aman dan tenang
|
Menurunkan
reaksi terhadap rangsanagn eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat
|
Kompres
dingin (es) pada kepala
|
Dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak
|
Lakukan
penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam
|
Membantu
menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri
|
Lakukan
latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan ahti-hati
|
Membantu
menurunkan relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa
tidak nyaman
|
Kolaborasi
pemberian analgesik
|
Mungkin diperlukan untk menurunkan
rasa akit.
Catatn : narkotika merupakan
kontraindikasi kerena berdampak pasa status neuroogis sehingga sukar untk
dikaji
|
4. Risiko
cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental dan penurunan
tingkat kesadaran
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Monitor
kejang pada tangan ,kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya
|
Gambaran
iritabilitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi sesuai dengan intervensi
yang tepat intuk mencegah terjadinya komplikasi
|
Persiapkan
lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman,dan alat suction selalu berada
dekat pasien
|
Melindungi
klien bila kejang terjadi
|
Pertahankan
bedrest total selama fase akut
|
Melngurangi
resiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia
|
Kolaborasi pemberian terapi ;diazepam
, fenobarbital
|
Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan: fenobarbital dapat
menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi
|
5. Gangguan
nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
keadaan hipermetabolik.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Observasi
tekstur dan turgor kulit
|
Mengetahui status nutrisi klien
|
Lakukan
orak higiene
|
Kebersihan mulut dapat
merangsang nafsu makan
|
Observasi
masukan dan keluaran
|
Mengetahui keseimbangan
nutrisi klien
|
Observasi
posisi dan keberhasilan sonde
|
Untuk menghindari resiko
infeksi/ iritasi
|
Tentukan
kemapuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflkes
|
Untuk menetapkan jenis makan yang akan diberikan
pada klien
|
Kaji kemampuan klien dalam menelan , batuk dan
adanya sekret
|
Dengan mengkaji
factor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah
resiko aspirasi
|
Auskultasi bising usus, amati
penurunan atau hiperaktivitas bisisng usus
|
Fungsi gastrointestinal
bergantung pada kerusakan otak. Bising usus dapat menetukan respons pemberian
makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus
|
Timbang
badan sesuai indikasi
|
Untuk mengevaluasi
efektivitas dari asupan makanan
|
Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala
|
Menurunkan resiko
regurgutasi atau aspirasi
|
Letakkan
posisi kepala lebih tinggi pada waktu , selama dan sesudah makan
|
Untuk klien lebih mudah
untuk menelan karena gaya gravitasi
|
Stimulasi
bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan
|
Membantu dalam melatih
kembali sensorik dan meningkatkan
control muscular
|
Letakkan
makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
|
Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap)
yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan menigkatkan masukkan
|
Berikan
makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
|
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi dari luar
|
Mulailah untuk memberikan makan per
oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menelan
|
Makanan lunak/cair mudah
untuk dikendalikan didalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi
|
Anjurkan
kloen menggunakan sedotan untuk minum
|
Menguatkan otot fasial dan
otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
|
Anjurkan
klien untuk berpartisipasi dalam program latihan / kegiatan
|
Dapat menigkatkan
pelepasan endorphin dalam otak yang menigkatkan nafsu makan
|
Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui
selang
|
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
|
6. Koping
individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan
psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan
fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Kaji
perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan
|
Menentukan bantuan untuk individu
dalam menyusun rencana perawtan atau pemilihan intervensi
|
Identifikasi
arti dan kehilangan atau disfungsi pada klien
|
Beberapa klien dapat menerima dan
mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri,
sementara klien yang lain mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur
kekurangan
|
Anjurkan
klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
|
Menunjukkan
penerimaan , membantu klien untukmengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut
|
Catat
ketika klien menyatakan pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, seperti
sekarat atau mengingkari dan menyatakan ingin mati
|
Mendukung
penolakkan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap bagian tubuh
dan kemampuan untuk menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional
|
Ingatkan
kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi
yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
|
Membantu
klienuntuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari
seluruh tubuh. Membiarkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru
|
Bantu
dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
|
Membantu
menigkatkan perasaan harga diri serta memengaruhi proses rehablitasi
|
Anjurkan
orang yang terdekat untuk mengijinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal
untuk dirinya
|
Klien
dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu
masa mendatang
|
Dukung perilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
|
Menigkatkan kemandirian untuk membantu
pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam
kegiatan sosial
|
4.
IMPLEMENTASI
Implementasi atau tindakan
keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi pada pasien abses otak, yaitu:
1. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan
tekanan intra kranial (TIK)
Implementasi:
·
Memonitor status
neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik,
nyri kepala, kaku kuduk.
·
Memonitor tanda vital
dan temperatur setiap 2 jam.
·
Mengurangi aktivitas
yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.
·
Memberikan waktu
istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.
·
Meninggikan posisi
kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi
leher.
·
Mengkolaborasi dalam
pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.
2. Resiko
injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental.
Implementasi:
·
Mengkaji status
neurologi setiap 2 jam.
·
Mempertahankan keamanan
pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel,
oksigen.
·
Mencatat aktivitas
kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.
·
Mengkaji status
neurologik dan tanda vital setelah kejang.
·
Mengorientasikan pasien
ke lingkungan.
·
Mengkolaborasi dalam
pemberian obat anti kejang.
3. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
Implementasi:
·
Mengkaji kemampuan
mobilisasi.
·
Mengalih posisi pasien setiap
2 jam.
·
Melakukan masage bagian
tubuh yang tertekan.
·
Melakukan ROM pasive.
·
Memonitor tromboemboli,
konstipasi.
·
Mengkonsultasikan pada
ahli fisioterapi jika diperlukan.
4. Hipertermia
berhubungan dengan infeksi
Implementasi:
·
Memonitor suhu setiap 2
jam.
·
Memonitor tanda vital.
·
Memonitor tanda-tanda
dehidrasi.
·
Memberikan obat anti
pireksia.
·
Memberikan minum yang
cukup 2000 cc/hari.
·
Melakukan kompres
dingin dan hangat.
·
Memonitor tanda-tanda
kejang.
5. Ketidakseimbangan
cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Implementasi:
·
Mengukur tanda vital
setiap 4 jam.
·
Memonitir hasil
pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
·
Mengobservasi
tanda-tanda dehidrasi.
·
Mencatat intake dan
output cairan.
·
Memberikan minuman
dalam porsi sedikit tetapi sering.
·
Mempertahankan
temperatur tubuh dalam batas normal.
·
Mengkolaborasi dalam
pemberian cairan intravena.
·
Mempertahankan dan
monitor tekanan vena setral.
6. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan,
mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
Implementasi:
·
Mengkaji makanan
kesukaan pasien.
·
Memberikan makan dalam
porsi kecil tapi sering.
·
Menhindari berbaring
kurang 1 jam setelah makan.
·
Menimbang BB 3 hari
sekali secara periodik.
·
Memberikan antiemetik 1
jam sebelum makan.
·
Mengurangi minum
sebelum makan.
·
Menghindari keadaan
yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat
makan, suara gaduh.
·
Menyajikan makanan
dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.
·
Melakukan perawatan
mulut.
·
Memonitor kadar Hb dan
albumin.
7. Nyeri
berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.
Implementasi:
·
Mengkaji tingkat nyeri
pasien.
·
Mengkaji faktor yang
dapat meringankan dan memperberat nyeri.
·
Melakukan perubahan
posisi.
·
Menjaga lingkungan
untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.
·
Melakukan massage pada
daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.
·
Memberikan obat
analgetik sesuai program.
5.
EVALUASI
Hasil
evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan,
yaitu:
1) Mencapai
perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a. Menunjukkan
peningkatan kesadaran
b. Pandangan
bagus
c. Menurunnya
kelemahan motorik
d. Tanda
vital dalam batas normal
e. Menunjukkan
tidak terjadinya defisit neurologi
f. Menunjukkan
tidak adanya refleks patologis.
2. Tidak
terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri
a. Menunjukkan
peningkatan kesadaran
b. Tidak
terjadi kejang
c. Peningkatan
satus mental
3. Klien
mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami
a. Menunjukkan
mobilisasi secara aktif dan optimal
b. Menunjukkan
integritas kulit yang utuh
c. Tidak
terjadinya atropi
d. Tidak
terjadinya kontraktur.
e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.
f. Menunjukkan
partisipasi dalam perawatan.
g. Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan
kekuatan otot.
h. Tidak
adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.
4. Mencapai
penurunan suhu tubuh
a. Menunjukkan
tanda vital yang normal
b. Menunjukkan
pengeluaran urine yang tidak pekat
c. Menunjukkan
suhu tubuh normal
d. Menunjukkan
turgor kulit yang baik
5. Mencapai
kebutuhan nutrisi yang terpenuhi
a. Menunjukkan
tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.
b. Mentaati program medikasi
c. Menujukkan
nafsu makan yang baik
d. Menunjukkan
intake makanan yang baik.
e. Menunjukkan
peningkatan berat badan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Abses
otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak.
Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan
oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan
mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap
komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya:
gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus
serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti:
perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik,
hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta
nyeri.
artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...
http://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/