BAB
I
PENDAHULUAN
muskuloskeletal manusia merupakan jalinan
berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling
berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah
sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika
terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan
terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum
terjadi; dapat melibatkan seluruh
struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit
yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan
sumsum tulang. Osteomielitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang
yang sering terkena ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus,
radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra
Osteomielitis merupakan suatu bentuk
proses inflamasi pada tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi
dari kuman-kuman piogenik. Staphylococcus adalah organisme yang
bertanggung jawab untuk 90% kasus osteomyelitis akut.
Organisme lainnya termasuk Haemophilus
influenzae dan salmonella. Pada masa anak-anak penyebab
osteomyelitis yang sering terjadi ialah Streptococcus, sedangkan
pada orang dewasa ialah Staphylococcus.
Diagnosis infeksi tulang dan sendi biasanya dapat
dibuat dari tanda-tanda yang tampak pada pemeriksaan fisik. Pada lokasi perifer
seperti efusi sendi dan dan nyeri pada metafisis yang terlokalisir, dengan atau
tanpa pembengkakan, membuat diagnosis relatif mudah. Namun pada panggul,
pinggul, tulang belakang, tulang belikat dan bahu, penegakan diagnosis
terjadinya infeksi sulit untuk ditentukan. Sehingga, pemeriksaan penunjang,
dalam hal ini, pencitraan dapat memudahkan dan menegakkan diagnosis dari osteomielitis.
Pemeriksaan pencitraan radiaografi yang dapat dilakukan ialah foto polos,Computed
Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan radionuklir. Pemeriksaan tersebut dapat memudahkan dokter dalam menegakkan
diagnosis osteomielitis.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa definisi dari Osteomielitis ?
2.
Apa etiologi dari Osteomielitis ?
3.
Bagaimana patofisiologi dari Osteomielitis ?
4.
Sebutkan klasifikasi dari Osteomielitis ?
5.
Sebutkan manifestasi klinik dari Osteomielitis ?
6.
Apa saja komplikasi dari Osteomielitis ?
7.
Apa saja pemeriksaan penunjang dari Osteomielitis ?
8.
Bagaimana pecegahan dari Osteomielitis ?
9.
Bagaimana
penatalaksanaan dari Osteomielitis ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Osteomielitis ?
1.3. TUJUAN
Ø Tujuan Umum
Mahasiswa mampu Melakukan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan kasus Osteomielitis
Ø Tujuan Khusus
·
Agar
mahasiswa dapat memahami konsep penyakit Osteomielitis
·
Melaksanakan
pengkajian terhadap klien dengan penyakit Osteomielitis.
·
Menetapkan
diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit Osteomielitis
· Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit Osteomielitis
1.4.MANFAAT
Ø Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami penyakit Osteomielitis
serta mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan dengan kasus Osteomielitis
saat praktik klinik atau di rumah sakit
Ø Bagi Akademik
Sebagai referensi tambahan bagi pendidikan dan bahan perbandingan dalam menerapkan Asuhan
Keperawatan kasus Osteomielitis
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
2.1. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi
tulang.Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infdeksi jaringan lunak
karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi. Tinggi
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum ( pembentukan tulang baru
disekeliling jaringan tulang mati ). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis
yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas.
Infeksi
disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di
tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi,
infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya
terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi
rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi
dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus
dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang
( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan
tulang).
Pasien
yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien
yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat
terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum
operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi
hematoma pascaoperasi.
(
Brunner & Suddarth,2001 )
Osteomyelitis
adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh
staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI,
1995).
Osteomyelitis
adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh
staphylococcus (Henderson, 1997)
Osteomyelitis
adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
2.2.
ETIOLOGI
Ø Staphylococcus
aureus 70% – 80 %
Ø Proteus
Ø Pseudomonas
Ø Escerehia
Coli
Ø Awitan
Osteomielitis :
·
Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3
bulan pertama (Akut Fulminan-Stadium 1)
·
Antara 4-24 bulan setelah pembedahan
(Awitan Lambat-Stadium 2)
·
Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun
setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3)
(
Brunner & Suddarth,2001 )
2.3.
PATOFISIOLOGI
Staphylococcus
aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan
Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau
infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai
24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon
inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang
sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke
jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada
perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan
mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang
terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan
mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun
sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan
sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis.
2.4.
KLASIFIKASI
Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua
macam yaitu:
Ø Osteomielitis
Primer
Penyebarannya
secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
Ø Osteomielitis
Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)
Terjadi
akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan
sebagainya.
2.5.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis osteomielitis
tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara
progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi
bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa
nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota
gerak yang bersangkutan
Jika
infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan
manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia
dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local
secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang,
akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan
tekanan pus yang terkumpul.
Bila
osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi
membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada
pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan
parut akibat kurangnya asupan darah.
(
DR. Faisal Yatim, 2006 )
2.6.
KOMPLIKASI
Ø Dini
:
1. Kekakuan
yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2. Abses
yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
3. Atritis
septik
Ø Lanjut
:
1. Osteomielitis
kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh yang
terkena
2. Fraktur
patologis
3. Kontraktur
sendi
4. Gangguan
pertumbuhan
2.7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan darah
Sel
darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah.
2.
Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan
kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
3.
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan
feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
Salmonella.
4.
Pemeriksaan Biopsi tulang.
5.
Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan
ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan
photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah
dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
2.8.
PENCEGAHAN
Pencegahan Osteomielitis adalah
sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran
hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.
Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan
teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika
profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu.
Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi
superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.
2.9.
PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkena harus
diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.
Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari
untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran
awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah,
swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
pathogen.
Begitu
spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi
bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi
sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran
darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis
antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar
antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling
sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan
dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila
pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena
harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah
itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi
antibiotika dilanjutkan.
Pada
osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah
dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk
menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization).
Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat
terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka
dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian
hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan
membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8
hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga
yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer
tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari
jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro
ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan
memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan
tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi
interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
2.10.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN OSTEOMIELITIS
2.10.1
Pengkajian
a)
Riwayat keperawatan
Dalam
hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan
osteomielitisHal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka
terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi
radiasi.Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b) Pemeriksaan fisik
Area
sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila
dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik
menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah
bengkak, nyeri, maupun eritema.
c) Riwayat psikososial
Pasien
seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.
d) Pemeriksaan diagnostik
Hasil
laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50%
pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI
2.10.2
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Gangguan
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
3. Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi.
4. Resiko terhadap
perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
2.10.3 Intervensi dan Rasional
Dx1 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan / Hasil
Pasien :
Mendemonstrasikan
bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria
Evaluasi :
Tidak
terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh
normal
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Mengkaji
karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan
skala nyeri (0-10)
Mempertahankan
im- mobilisasi (back slab)
Berikan
sokongan (support) pada ektremitas yang luka
Amati
perubahan suhu setiap 4 jam
Kompres air
hangat
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan
analgesik
|
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis
tindak annya
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.
Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri
Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
Mengurangi
rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
Mengurangi
rasa nyeri
|
Dx 2 :
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas
fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Meningkatkan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
Mempertahankan
posisi fungsional
Meningkatkan /
fungsi yang sakit
Menunjukkna teknik
mampu melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasionalisasi :
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien /
bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat
bergerak
Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam
lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
Ubah posisi secara periodik
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi
|
Agar gangguan
mobilitas fisik dapat berkurang
Dapat meringankan
masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
Dapat meringankan
masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat
membahayakan Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat
terjadi
Mengurangi
gangguan mobilitas fisik
Mengurangi
gangguan mobilitas fisik
|
Dx
3: Hipertermi berhubungan dengan
proses inflamasi
Tujuan
/ Hasil Pasien
:
Mendemonstrasikan
bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi :
Pasien
tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu
tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Pantau :
-
Suhu tubuh setiap 2 jam
-
Warna kulit
-
TD, nadi dan pernapasan
-
Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit
Lepaskan pakaian yang berlebihan
Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan
kenaikan suhu tubuh.
Motivasi
asupan cairan
Kolaborasi :
Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran
|
Memberikan dasar untuk deteksi hati
Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan
suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta
evaporasi, dan meningkatkan kenyaman
pasien.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta
febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh
|
Dx
4: Resiko terhadap perluasan
infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan
/ Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria
Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Mandiri:
Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan
kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi
kateter.
|
Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
|
2.
|
Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
|
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan
bakteri kedalam kandung kemih.
|
3
.
|
Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil,
nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
|
Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko
untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi
|
4.
|
Observasi drainase dari luka, sekitar kateter
suprapubik.
|
Adanya drain, insisi suprapubik
meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan
dengan eritema, drainase purulen.
|
5.
|
Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik
dan perineal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
|
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
|
6.
|
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
|
Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.
|
7.
|
Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai indikasi
|
Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.
|
2.10.4.
IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang
sesuai dengan yang telah di rencanakan, mencakup tindakan mandiri dan
kolaborasi.
Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat
dan bukan atas petunjuk kesehatan lainya.
Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
BAB
III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi
tulang.Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infdeksi jaringan lunak
karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi. Tinggi
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru
disekeliling jaringan tulang mati ).
3.2.
SARAN
ü Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda-tanda
osteomielitis dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan osteomielitis
secara benar.
ü Dan kita memang harus benar – benar mengerti tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan osteomielitis
supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.